Jakarta, Gempita.co – Seperti diketahui bahwa kerang abalon merupakan komoditas yang relatif masih baru dan belum banyak dibudidayakan di Indonesia. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus melakukan pengembangan inovasi teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi abalon.
Saat ini, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPUI2K) Karangasem Bali telah berhasil dalam teknik pembenihan dan pengembangan teknologi budidaya kerang abalon.
Gastropoda laut bernama latin Haliotis sp ini akan mampu memberikan peranan yang penting bagi perekonomian masyarakat pesisir, tidak hanya untuk dimakan atau dijual di pasar lokal, namun juga diekspor ke beberapa negara seperti Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, dalam keterangannya di Jakarta.
“Pengembangan budidaya abalone masih sangat potensial dilakukan di Indonesia mengingat perairan laut kita masih sangat luas dan cocok. Budidaya abalon dapat memberikan alternatif atau tambahan penghasilan bagi masyarakat sekaligus memberikan dampak positif secara ekologi. Dengan budidaya, tidak terjadi lagi eksploitasi sumberdaya abalon di alam”, terang Slamet.
Menurut Slamet, dalam pengembangan budidaya abalon perlu diperhatikan kelayakan lokasi untuk budidayanya berdasarkan kondisi fisik perairan, kondisi kimia dan akses ke lokasi budidaya. “Perairan terlindung dan aman untuk membangun kontruksi budidaya, kemudian aksesibilitas juga perlu diperhatikan seperti lokasi budidaya mudah dijangkau dan keamanan terjamin. Dan perlu dicatat perairan harus bebas dari pencemaran, buangan industri, limbah pertanian ataupun limbah rumah tangga”, lanjutnya.
Slamet yakin budidaya kerang abalon dapat meningkatan pendapatan ekonomi masyarakat pesisir, khususnya pembudidaya dan nelayan. “Budidaya abalon dapat dilakukan dengan sistem karamba jaring apung, jaring tancap, atau menggunakan keranjang-keranjang plastik yang telah diberi shelter atau bahan pelindung”, tambahnya.
Lanjut Slamet, “UPT kami akan terus berinovasi dalam pengembangan budidaya abalon termasuk didalam tahap pembenihan, pendederan dan pembesarannya. Kami ingin teknologinya benar-benar dapat diaplikasikan ke masyarakat”.
Budidaya abalon akan semakin diminati masyarakat mengingat teknologi budidaya abalon tergolong ramah lingkungan dan tidak mencemari karena tidak menggunakan bahan kimia, hanya menggunakan mikroalga maupun makroalga sebagai pakan pada proses budidayanya.
Secara terpisah, Kepala BPUI2K Karangasem, Winarno menjelaskan bahwa pemijahan abalon di BPUI2K dilakukan setiap bulan dengan metode penjenuhan oksigen. “Dalam satu periode pemijahan dapat dihasilkan 2 – 3 juta trochophore”, sebutnya.
Pemeliharaan induk abalon di BPUI2K Karangasem dilakukan dalam dalam bak fiber volume 1.500 liter yang diberi shelter (pelindung) dengan memakai sistim air mengalir. Setiap bak diisi 150 ekor induk abalon dan diberi pakan berupa rumput laut secara adlibitum (selalu tersedia). Pemeliharaan induk abalon dilakukan sampai matang gonad dan siap dipijahkan.
Untuk pemeliharaan larva dilakukan pada bak beton yang diberi sirkulasi air dan aerasi dengan pengaturan kecil. Pemberian pakan berupa bentik diatom. Larva abalon dipelihara selama 2 bulan hingga larva berubah menjadi benih berukuran 1 cm.
Grading dilakukan untuk menyeragamkan ukuran serta menghindari dari persaingan makanan. Grading abalon dilakukan setiap bulan selama 4 kali yaitu ukuran 2 cm (3 bulan), 3 cm (4 bulan), 4 cm (5 bulan) dan 5 cm (> 6 bulan).
Manajemen pakan dilakukan sesuai umur abalone yang dipelihara. Untuk umur 1 bulan diberikan pakan berupa plankton jenis diatom dosis 1 juta sel per ml. Kemudian pakan berupa rumput laut jenis ulva dan gracilaria diberikan pada umur 2 bulan hingga diatas 7 bulan dengan metode ad libitum (pemberian pakan secara berlebih).
“Hasil produksi benih abalon yang berasal dari BPIU2K Karangasem didistribusikan ke beberapa daerah seperti Bali, Pulau Seribu, Bogor, Yogyakarta serta daerah lainnya di Indonesia. Penggunaan benih abalon yang dulunya hanya terbatas untuk kegiatan penelitian dan menunjang kegiatan restocking tetapi sekarang sudah dapat dibudidayakan oleh kelompok nelayan atau pembudidaya dengan menggunakan sistem jaring tancap maupun karamba jaring apung”, tutur Winarno.
Sumber: Humas Ditjen Perikanan Budidaya