Jakarta, Gempita.co– Penggunaan tepung ikan lokal berkualitas untuk bahan baku pakan menjadi kunci dalam pengembangan produksi pakan ikan mandiri nasional karena dapat mengurangi ketergantungan impor tepung ikan dan menjamin ketersediaan pakan ikan mandiri dalam usaha budidaya.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat memberikan sambutan pada Webinar bertajuk Sertifikasi Tepung Ikan Internasional dengan peserta dari instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, asosiasi, dan perusahaan-perusahaan pakan, Kamis (14/01).
Slamet menjelaskan bahwa target produksi perikanan budidaya di tahun 2021 ini sebesar 19,47 juta ton, dimana 7,92 juta ton adalah produksi ikan dan udang. Dengan hitungan tersebut, maka ketersediaan pakan ikan diperkirakan mencapai 9,6 juta ton yang terdiri dari 1,8 juta ton pakan udang dan 7,8 ton pakan ikan.
“Kalau kita asumsikan penggunaan tepung ikan sekitar 20% dari komposisi formulasi pakan udang dan 10% untuk komposisi formulasi pakan ikan, maka akan diperlukan sekitar 1,14 juta ton tepung ikan di tahun 2021,” lanjut Slamet.
Sehingga, menurut Slamet, harus ada peningkatan produksi tepung ikan dalam negeri, baik secara kualitas maupun kuantitas. “Menggunakan tepung ikan lokal bersertifikat akan menjamin kualitas pakan yang dihasilkan, sehingga dapat mendukung usaha perikanan budidaya ke depannya,” ujarnya.
“Pengembangan bahan baku pakan termasuk tepung ikan telah masuk dalam arah kebijakan dan strategi pakan tahun 2020 hingga 2024 melalui kebijakan penyediaan bahan baku di antaranya penyusunan rancangan standar nasional Indonesia untuk bahan baku pakan ikan. Kemudian penyiapan sertifikasi produsen bahan baku pakan ikan khususnya tepung ikan,” papar Slamet.
Selain itu, akan disiapkan sistem sertifikasi tepung ikan yang meliputi sertifikasi proses penangkapan ikan untuk bahan baku tepung ikan dan sertifikasi bahan baku tepung ikan. “Jangan sampai karena ingin memproduksi tepung ikan lokal, kita mengeksploitasi sumber daya ikan dalam negeri seperti ikan rucah. Akan diatur bagaimana penangkapan ikan menggunakan alat-alat yang ramah lingkungan. Serta cara-cara penangkapan ikan yang diperbolehkan,” tutur Slamet.
Dalam mendukung industri tepung ikan lokal untuk pakan ikan mandiri, Slamet berharap stakeholder dapat bersama-sama bersinergi dan berkolaborasi dalam upaya penyediaan tepung ikan lokal untuk mendongrak produksi pakan ikan mandiri di Indonesia.
“Mohon para stakeholder seperti perusahaan, asosiasi dapat memberikan masukan-masukan dalam bentuk butir-butir apa saja di dalam sertifikasi tepung ikan ini yang penting. Karena memang sudah cukup lama kami merencanakan sertifikasi khususnya tepung ikan untuk menjamin kualitas pakan mandiri,” ujar Slamet.
Sementara, Direktur Pakan dan Obat Ikan, Mimid Abdul Hamid menegaskan langkah ke depan kita bagaimana pengembangan sistem sertifikasi tepung ikan nasional bisa berjalan dalam rangka mendukung optimalisasi peningkatan produksi tepung ikan nasional, maka kita harus selalu bersama-sama dalam menyusun strategi penyediaan bahan baku pakan ikan nasional dan strategi penyediaan tepung ikan nasional, pendataan, dan pemetaan produsen tepung ikan nasional baik skala industri maupun rumah tangga serta dengan mengoptimalkan kapasitas produksi perusahaan tepung ikan nasional.
“Pengembangan produksi tepung ikan nasional dalam rangka mendukung penyediaan tepung ikan nasional baik secara kualitas maupun kuantitas, tentunya akan mengurangi ketergantungan impor tepung ikan, serta nantinya dapat menyerap tenaga kerja melalui industri tepung ikan,” tambah Mimid.
Dalam kesempatan yang sama Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Deny Mulyono juga menyampaikan komposisi tepung ikan yakni sebesar 8% untuk formulasi pakan buatan untuk ikan dan 17% untuk udang.
“Bahwa untuk pemenuhan bahan baku terutama untuk pemenuhan tepung ikan sebagai bahan baku pakan ikan sangat diperlukan. Kedepannya ada peluang pasar produk hasil budidaya Indonesia ke Eropa dan negara-negara lain telah melakukan sertifikasi terhadap produk-produk hasil budidaya yang masuk ke negaranya. Misal udang, maka pakan yang diberikan pada udang itu harus tersertifikasi termasuk bahan baku yang digunakan,” kata Deny.
Sementara David Martin dari Sustainable Fisheries Partnership (SFP) menyebutkan perikanan di Asia Tenggara menyediakan bahan baku pakan yang berasal dari laut dalam volume yang signifikan namun informasi mengenai datanya yang tersedia memang masih terbatas.
“Ke depannya sangat penting data informasi yang akurat tentang terkait reduction fisheries atau jenis komoditas perikanan yang dikhususkan untuk produksi tepung ikan agar peningkatan produksi tepung ikan nasional yang ditargetkan akan tercapai dan tetap berkelanjutan,” tambah David.
Selain itu, David juga menyampaikan Indonesia memiliki potensi dalam produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Sehingga ada peluang besar untuk mengeksplorasi sertifikasi by product dari perikanan tangkap dan budidaya yang digunakan untuk tepung ikan, dalam hal ini yang khusus dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk produksi tepung ikan seperti halnya ikan lemuru – Bali Sardinella.
Sumber: HUMAS DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA