Jakarta, Gempita.co-Penerima KJP terus meniadi sorotan. Adanya dugaan penggunaan data orang tua murid di tempat bekerja oleh atasan, untuk menghindari pajak progresif atas kepemilikan kendaraan dinilai menjadi penyebab carut-marutnya penerima KJP.
Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta Iman Satria menilai, hingga saat ini Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinas Sosial, data harta kekayaan di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) serta data kepemilikan kendaraan dari Samsat nyatanya belum tersinkronisasi.
Walhasil, Komisi E DPRD DKI Jakarta banyak menerima aduan, lantaran warga yang seharusnya mendapatkan bantuan sosial pendidikan (KJP) mendadak dicabut kepesertaannya karena dianggap tercatat memiliki aset kendaraan dan dianggap tak lagi berdomisili di Jakarta. Hingga akhirnya terdampak cleansing (pembersihan) data yang dilakukan Dinas Sosial.
“Cleansing data agar tepat sasaran. Karena memang kita tidak bisa memberikan bantuan kepada semua pihak,” ujar Iman.
Hal senada juga diungkap anggota Komisi E Idris Ahmad. Ia menyayangkan data yang dipakai Bapenda untuk mengetahui kepemilikan kendaraan ternyata tidak sinkron dengan data Samsat. Warga yang telah memblokir kepemilikan atas kendaraan di Samsat ternyata tidak tercatat di Bapenda. Padahal, itu menjadi data utama untuk menyaring kelayakan penerima bantuan KJP.”Ada sekitar 18 ribu anak yang terverifikasi tidak dapat lagi KJP, karena diduga punya kendaraan bermotor atau mobil. Tapi faktanya, data Bapenda tidak sinkron dengan datanya Samsat. Warga sudah koreksi ke Samsat, sudah memblokir di Samsat, tapi di Bapenda tidak terkoreksi (kepemilikan kendaraan),” terangnya.