Jakarta, Gempita.co – Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengatakan bahwa pihaknya mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memprioritaskan pelaksanaan penegakan hukum atas kasus impor limbah nonbahan berbahaya dan beracun (non-B3) ilegal.
Komisi IV DPR RI ingin pelaku dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
“Pak Dirjen (Penegakkan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani), yang (impor) PT ART saya minta segera kembali dipulangkan (re-ekspor) dan dieksekusi dan sesuai Undang-Undang yang berlaku di Indonesia tetap diproses secara hukum,” ujar Sudin dalam rapat dengar pendapat dengan para Direktur Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Kamis (9/7/2020)
Sebelumnya, Dirjen Gakkum KLHK Radio Ridho Sani mengatakan bahwa KLHK sedang menangani kasus impor limbah non-B3 yang tidak dilengkapi perizinan (ilegal) oleh PT ART.
“Yang ini yang kami tangani saat ini, yang dilakukan oleh PT ART,” kata Roy, sapaan Rasio Ridho Sani dalam RDP dengan Komisi IV DPR RI tersebut.
Roy mengatakan ancaman hukum terhadap importir limbah ilegal itu sangat tinggi.
“Ini adalah ancaman paling tinggi di UU Lingkungan Hidup dan UU Pengelolaan Sampah untuk kegiatan importasi sampah maupun limbah yang tanpa dilengkapi oleh izinnya,” kata Roy.
Ia mengatakan bahwa mula kasus itu diketahui setelah KLHK mendapat laporan dari Direktorat Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tentang adanya 24 kontainer yang tidak lazim di Kawasan Berikat Tangerang serta 63 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, karena tidak dilengkapi oleh rekomendasi KLHK.
87 kontainer yang tidak lazim itu kemudian ditindaklanjuti penyelidikannya oleh Dirjen Gakkum KLHK.
“Kami melakukan proses penyelidikan pak Sudin, saya sendiri hadir di sana. Kami melihat bahwa memang tidak dilengkapi oleh dokumen-dokumen yang (harusnya) ada,” ungkap Roy.
Penyelidik Gakkum KLHK kemudian melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, mulai dari pemeriksaan saksi dari PT ART, pemeriksaan saksi pelapor, Dinas Lingkungan Hidup, serta pihak Bea dan Cukai, Pengolahan B3, dan para ahli.
“Berdasarkan pemeriksaan ini, kami menetapkan 2 tersangka yaitu tersangka perorangan Mister LSW, ini komisaris PT Advance Recycle Technology. Yang kedua adalah tersangka korporasi, yang kali ini diwakili oleh Direktur PT Advance Recycle Technology yaitu Mister KWL,” ujar Roy.
Setelah itu, berdasarkan petunjuk Jaksa (P-19) yang ketiga kalinya, karena ancaman hukumnya di bawah lima tahun, tersangka tidak ditahan, namun dilakukan pencekalan terhadap tersangka perorangan.
Mendengar penjelasan Roy, Ketua Komisi IV DPR RI Sudin bertanya dimana posisi tersangka perorangan saat ini.
Roy menjawab, tersangka (Mr. LSW) berada di Jakarta dan belum dilakukan penahanan.
“Dicekal, tapi belum ditahan. Berkas sudah kami kembalikan ke Kejaksaan, pak. Setelah mendapat petunjuk dari Kejaksaan, kami balikkan lagi Kejaksaan,” ucap Roy.
Roy menambahkan, tersangka tidak ditahan karena kooperatif, meskipun sebetulnya bisa dilakukan penahanan. Namun, Gakkum LHK masih melakukan pencekalan saja.
“Karena mereka dilihat di konteks (kasus) ini kooperatif, mereka tidak kami tahan. Tapi bisa juga kami tahan juga. Tapi dalam konteks ini kami lakukan pencekalan, pak,” ujar Roy.