Lampung, Gempita.co – Kemitraan melalui koperasi telah terbukti mampu meningkatkan produktivitas petani anggotanya. Salah satu contoh koperasi yang berhasil menjalin kemitraan itu adalah Koperasi Tani Hijau Makmur di Kabupaten Tanggamus, Lampung.
Koperasi Tani Hijau Makmur bermitra dengan PT Great Giant Pineapple (GGP) untuk menggarap lebih dari 400 hektare lahan pohon pisang.
Dengan model kemitraan koperasi dengan jumlah anggota sebanyak 820 orang petani tersebut telah berhasil mengekspor 64 ton pisang per bulan per hektare atau 14.266 box pada 2020 ke China, Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki saat berkunjung ke Koperasi Tani Hijau Makmur, Minggu (28/2), terkesan dengan kemitraan yang dikembangkan oleh koperasi tersebut.
Teten mengatakan kemitraan antara UMKM termasuk petani melalui koperasi dengan usaha besar menjadi prioritas KemenkopUKM dan merupakan strategi untuk mendorong UMKM naik kelas.
“Kami pelajari selama ini, petani yang kepemilikan lahannya sempit-sempit, tidak mungkin bisa membangun coorporate farming yang bisa menghasilkan produk yang konsisten, mutunya bagus dan meningkatkan kesejahteraan. Hampir tidak mungkin. Perlu kemitraan, karena jika petani orang-perorang berhadapan dengan pasar, itu kurang menguntungkan bagi petani. Jadi, biar koperasi itu yang urus ke sana (pasar),” kata Teten Masduki, yang hadir bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang, Sofyan Djalil.
Teten menegaskan, melalui koperasi kebutuhan bahan baku produksi dapat dipenuhi dengan harga yang lebih murah. Standar kualitas hasil produksi juga bisa dijaga dan akses pasar yang terjamin.
Koperasi Tani Hijau Makmur telah menunjukkan bahwa koperasi dapat membangun organisasi dan manajemen yang profesional dan kemitraan yang terbuka luas. Teten mengatakan, model kemitraan antara Koperasi Tani Hijau Makmur dan PT Great Giant Pineapple bisa dikembangkan ke tempat lain.
“Lampung ini ternyata hebat. PT GGP juga pemasok nanas kaleng terbesar di dunia. Selain itu di sini kan juga ada jambu kristal yang bisa dikembangkan. Saya kira itu bisa dilakukan dalam skala-skala lahan yang sempit terutama di Jawa. Jadi saya kira Lampung banyak model yang bisa kita kembangkan,” kata Teten.
Pisang merupakan buah-buahan penyumbang devisa terbesar kedua untuk Indonesia setelah nanas dengan nilai 14,6 juta dollar AS (BPS: 2018) atau sekitar Rp204 miliar. Pada masa pandemi juga masih tetap bertahan dengan 11,15 juta dollar AS atau Rp 163 miliar dengan volume 22.000 ton.
Produktivitas hasil pertanian yang baik di Lampung ini tidak lepas dari keuletan masyarakat yang menggarap lahan perhutanan sosial dengan optimal.
Teten mengharapkan petani yang mendapat sertifikat tanah perhutanan sosial dapat memanfaatkan tanahnya dengan baik dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan selama ini tanah perhutanan sosial yang dibagikan ke masyarakat kerap tidak dimanfaatkan bahkan digadaikan. Karena itu, Sofyan Djalil mendukung program KemenkopUKM yang mendorong petani bergabung dalam koperasi sehingga pengelolaan tanah untuk pertanian dapat maksimal.