KPAI Himbau Penegak Hukum, Penahanan Anak Harus Menjadi Pilihan Terakhir

Orang tua menjemput anaknya di Polda Metro Jaya, Jakarta setelah diamankan aparat usai demo UU Ciptaker - Foto: Istimewa

Jakarta, Gempita.co – Jasra Putra Komisioner Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta maaf atas penegak hukum untuk memperhatikan aspek pelindungan anak terhadap anak yang ditahan saat demo tolak UU Cipta Kerja.

“KPAI pengawasan agar anak tetap memperhatikan aspek pelindungan saat diamankan, proses kejelasan, dan pendataan dengan memperhatikan protokol kesehatan,” kata Jasra dalam jumpa pers secara virtual yang diikuti dari Jakarta, Kamis, 15 Oktober 2020.

Jasra juga meminta agar aparat penegak hukum tetap memastikan pemenuhan hak-hak anak selama proses di kepolisian dengan tetap memberikan makan, minum, pendampingan hukum, pendampingan dari orang tua atau wali, dan akses terhadap pendidikan.

KPAI juga meminta untuk menghindari praktik kekerasan, penganiayaan, dan intimidasi yang kontraproduktif dengan prinsip pembinaan dalam aspek sanksi yang mendidik.

“Intimidasi misalnya ancaman dengan tidak diberikan surat catatan catatan kepolisian, dan lain-lain,” tuturnya.

Jasra mengatakan KPAI melakukan pengawasan terhadap pelibatan anak dalam menolak Undang-Undang Cipta Kerja di berbagai daerah. Dalam pengawasan KPAI, ditemukan Ribuan anak yang terlibat dan ditangkap aparat penegak hukum, termasuk berada di kepolisian.

“Pelibatan anak dalam perkumpulan ini cukup masif dengan berbagai modus dan model. Sebagian anak yang terlibat melalui ajakan di media sosial dengan narasi-narasi yang dapat memicu emosi anak untuk ikut aksi aksi,” katanya.

Jasra mengatakan anak-anak yang berada dalam pengamanan polisi dan proses hukumnya, harus diprioritaskan untuk dikembalikan kepada orang tua untuk dibina. Penahanan anak harus menjadi pilihan yang terakhir.

Bila pun ada anak yang dalam proses hukum, Jasra mengatakan harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Upaya diversi harus menjadi prioritas bila ditempatkan secara hukum dengan koordinasi dengan Badan Pemasyarakatan, Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, dan pekerja sosial untuk sarana yang lebih memadai selama proses hukum,” ucapnya seperti dikutip dari Antara.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali