Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar Wilayah Kerja (Wilker) Manado bersama Tim Penanganan Mamalia Terdampar melakukan penguburan terhadap paus pembunuh kerdil dalam keadaan mati di Pantai Kalasey, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara (Sulut).
Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar, Andry I. Sukmoputro menjelaskan tindakan penguburan ini dilakukan untuk mendapatkan rangka mamalia laut tersebut yang akan digunakan sebagai bahan edukasi kepada masyarakat atau pelajar maupun mahasiswa.
“Kegiatan penanganan mamalia terdampar dalam keadaan kode dua (2) atau mati, tidak hanya memperhatikan kondisi lingkungan saja, namun juga memperhatikan aspek kebermanfaatannya. Sebelumnya, petugas BPSPL Makassar Wilker Manado telah menangani rangka dari bangkai dugong yang akan dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran untuk ditempatkan di Gedung Coral Triangle Initiative (CTI) Center,” ujar Andry di Makassar.
Mamalia laut jenis paus ini pertama kali ditemukan oleh nelayan sekitar pada pagi hari pukul 9 waktu setempat sudah dalam kondisi mati. Nelayan langsung menghubungi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Utara untuk melaporkan temuannya. Pihak DKP Provinsi Sulut berkoordinasi dengan BPSPL Makassar Wilker Manado untuk melakukan penanganan.
Paus pembunuh kerdil yang ditemukan berukuran 2,5 meter berjenis kelamin betina. Kondisi paus sudah dalam keadaan mati pada Jumat (5/2/2021) atau disebut juga kode dua (2) dalam penanganan mamalia terdampar.
Seluruh tim langsung menuju lokasi kejadian dan melakukan penanganan. Tindakan awal yaitu melakukan pengecekan secara menyeluruh. Setelah itu dilakukan pengukuran morfometri mulai dari panjang tubuh paus yaitu 265 cm, lingkar badan 138 cm, lebar ekor 30 cm hingga ukuran bola mata 3,2 cm pada biota tersebut.
Hingga pukul 14.30 waktu setempat, Tim Penanganan Mamalia Terdampar memutuskan untuk mengubur tubuh paus secara keseluruhan. Tujuan dari penguburan ini adalah mempermudah proses penguraian bangkai tanpa menyebabkan bau tidak sedap yang dapat mengganggu aktivitas di sekitar lokasi.
Lebih lanjut Andry mengungkapkan bahwa kejadian mamalia terdampar kali ini dapat dipastikan bukan ulah manusia, melainkan kondisi fisik dari biota itu sendiri atau kondisi alam saat ini.
“Terdapat beberapa luka yang ditemukan di tubuh paus pembunuh kerdil disebabkan oleh tubuhnya yang terbawa ombak lalu terbentur besi dan beton di sekitar lokasi kejadian terdampar,” tambahnya.
“Paus pembunuh kerdil merupakan mamalia laut yang dilindungi. Seluruh mamalia laut merupakan biota laut yang dilindungi berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah (PP) No.7/1999 yang selanjutnya diubah dalam Peraturan Menteri (Permen) LHK No.106/2018,” pungkas Andry.
Sumber: Humas Ditjen Pengelolaan Ruang Laut