LPDB KUMKM Perkuat Permodalan Petani Salak Madu di Sleman Lewat Koperasi

Yogyakarta, Gempita.co – Lembaga Pengelola Dana Bergulir Usaha Mikro Kecil dan Menengah (LPDB-KUMKM) menggelontorkan dana bergulir sebesar Rp1,1 Miliar bagi Koperasi Syariah Serba Usaha (KSSU) BMT Mitra Usaha Mulia (MUM), yang mayoritas anggotanya merupakan petani Salak Madu.

BMT Mitra Usaha Mulia berdiri sejak tahun 1996. Hingga saat ini BMT Mitra Usaha Mulia memiliki anggota sebanyak 7.000 anggota di tingkat nasional. Sebelumnya, BMT Mitra Usaha Mulia sudah dua kali mendapatkan pembiayaan dana bergulir di tahun 2010 sebesar Rp1 Miliar dan tahun 2015 sebesar Rp2 Miliar. Pengembalian keduanya terhitung lancar dan sudah lunas.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Kita akan terus fokus dalam memperkuat permodalan koperasi berkualitas. Terlebih lagi, para anggotanya banyak bergerak di sektor usaha pertanian. Seperti para petani Salak Madu ini,” kata Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo, ketika mengunjungi kantor pusat BMT Mitra Usaha Mulia di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (14/11).

Tak hanya itu, BMT Mitra Usaha Mulia juga sudah menerapkan layanan anggota secara digital, lewat aplikasi MUM Mobile (PayBMT, M-BMT) yang bisa diakses melalui handphone.

Dalam kesempatan yang sama, didampingi oleh Direktur Pembiayaan Syariah Ari Permana, Supomo mengunjungi salah satu kebun Salak Madu milik Maryanto yang merupakan anggota dari BMT Mitra Usaha Mulia di daerah Tempel.

Di kebun itu, Supomo mendapat penjelasan detail terkait perkebunan Salak Madu seluas kurang lebih dua hektar yang dikelola oleh Maryanto. Bagaimana proses dari awal tanam, pemeliharaan pohon, hingga masa panen. TermasukĀ  cara menghasilkan perkawinan silang antar Salak yang mampu menghasilkan buah salak berkualitas tinggi.

“Saat ini, Salak Madu tengah banyak diminati pasar. Permintaan Salak Madu terus meningkat,” jelas Maryanto.

Menurut Maryanto, harga Salak Madu per kilogram sebesar Rp9 ribu. Namun, bila sudah masuk minimarket atau supermarket modern, harganya bisa mencapai Rp12 ribu perkilogram. Bahkan, ketika permintaan Salak Madu sangat tinggi, harganya pernah mencapai Rp25 ribu perkilogram, imbuh Maryanto.

Maryanto menambahkan, dalam tiga hari, kebun miliknya bisa menghasilkan Salak Madu hingga satu ton. Pangsa pasarnya tak hanya untuk toko oleh-oleh yang ada di provinsi Yogyakarta, melainkan sudah menembus pasar di Jakarta, Surabaya, Bali hingga Jambi.

“Permintaan terbanyak dari Bali, karena di Bali ada budaya keagamaan sesaji yang berisi buah-buahan. Salah satu buahnya adalah Salak Madu dari Sleman,” pungkas Maryanto.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali