Jakarta, Gempita.co – Salah satu tambak udang model klaster tahun 2020 program prioritas Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yang berada di Kabupaten Aceh Timur yang telah ditebar benih pada bulan Desember 2020 lalu, telah berhasil melakukan panen perdana (24/2).
Rata-rata kepadatan benih sekitar 120 ekor per meter persegi telah dilakukan panen parsial pertama pada 9 kolam dengan size 100, masa pemeliharaan 60 hari dengan total hasil panen sebanyak kurang lebih 2,2 ton dengan nilai kurang lebih Rp100 juta.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, KKP, Slamet Soebjakto mengatakan panen parsial tersebut membuktikan bahwa upaya KKP untuk membuat model tambak udang berkelanjutan yang dapat direplikasi oleh masyarakat pembudidaya berhasil. Semoga dapat berhasil hingga panen total serta dapat membantu dalam menggenjot nilai ekspor udang sebesar 250% pada tahun 2024.
“Capaian atau keberhasilan ini merupakan usaha keras kami untuk terus meningkatkan produksi sub sektor perikanan budidaya nasional. Dan mengejar target produksi untuk terus menggenjot ekspor udang sampai dengan tahun 2024. Bukan hanya di Aceh saja, tapi di daerah lain juga bisa menyusul atas keberhasilan ini,” kata Slamet, dalam keterangannya di Jakarta (28/2).
Slamet menyebut, sebagaimana pernah diutarakan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono bahwa Aceh Timur termasuk kawasan potensial sebab kondisi air dan lahannya sangat cocok untuk pengembangan tambak udang. Beliau juga menegaskan bahwa dalam budidaya tambak udang, jangan sampai mencemari lingkungan dan udang itu sendiri, sehingga selain nilai ekonomi yang dihasilkan tinggi dan lingkungan sekitar tetap lestari.
“Untuk itu, kami siap memberikan support untuk daerah Aceh khususnya, dan daerah potensial lain pada umumnya guna meningkatkan produksi budidaya udang secara berkelanjutan,” ujar Slamet.
Adapun, panen parsial sendiri menurut Slamet, bertujuan untuk mengurangi biomassa udang di tambak sehingga memberikan ruang gerak udang semakin luas dan dapat mengurangi produksi limbah, sehingga mengurangi stres pada udang dan juga mempercepat pertumbuhan udang. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil tambak dan meningkatkan keuntungan.
Sementara, model tambak berkelanjutan yang dibangun merupakan kawasan tambak ideal karena terdiri dari petak pengelolaan air bersih, petak produksi, petak pengelolaan air limbah dan kawasan hutan mangrove sebagai kawasan penyangga untuk mewujudkan budidaya perikanan berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Konsep klaster ini memungkinkan pengelolaan yang lebih terkontrol yakni melalui perbaikan tata letak dan penerapan biosecurity secara ketat dengan manajemen pengelolaan yang lebih terintegrasi dalam seluruh tahapan proses produksi. Selain itu mempermudah dalam manajemen, meningkatkan efisiensi serta dapat meminimalisasikan dampak terhadap lingkungan dan serangan penyakit,” ungkap Slamet.
Mempertahankan Kinerja
Saat menghadiri panen perdana tersebut, Kepala Balai Perikanan Budidaya Air Payau (BPBAP) Ujung Batee, M. Tahang menyampaikan bahwa ini adalah panen parsial pertama dan telah memberikan hasil yang cukup bagus. Semoga hasilnya terus meningkat dimasa yang akan datang.
”Harapan kami, seluruh anggota kelompok untuk terus secara bersama-sama mempertahankan kinerja yang telah cukup baik ini. Dan kami BPBAP Ujung Batee siap melakukan pembinaan secara kontinyu kepada petambak yang membutuhkan di seluruh Aceh agar peningkatan produksi perikanan dapat terealisasi dengan baik sehingga dapat berkontribusi pada ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan di wilayah pesisir Aceh,” kata Tahang.
Dan Panen parsial pertama ini dilakukan pada Day Of Culture (DOC) 60 hari, dengan mengambil antara 10- 15% dari populasi budidaya. Beberapa keuntungan melakukan kegiatan panen parsial. Antara lain dengan mengurangi kepadatan udang di tambak dapat menjaga kondisi kualitas air dengan limbah juga berkurang sehingga mengurangi risiko udang stres.
Sehingga meningkatkan produktivitas dikarenakan nantinya akan mendapatkan ukuran udang yang besar dan tentunya udang size besar memberikan harga yang lebih baik sehingga meningkatkan keuntungan.
Bersyukur
Sementara itu, di tempat yang sama, Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan Rahmat Rayeuk, Zakaria Husen menyampaikan rasa syukurnya atas hasil panen parsial perdana ini.
“Alhamdullillah, senang dan puas atas hasil yang telah dicapai sejauh ini. Terima kasih kepada seluruh tim dari BPBAP Ujung Batee, yang telah selalu memberikan pendampingan teknologi kepada kami hingga dengan saat ini. Harapan kami kedepannya, hasil panen bisa lebih meningkatkan lagi. Tentunya dibawah bimbingan dari BPBAP Ujung Batee,” ucapnya.
“Ini adalah panen parsial pertama, tidak semua udang yang dipanen, yang dipanen adalah udang masa pemeliharaan 60 hari. Dan nantinya ada panen parsial dua kali lagi yakni panen parsial ke 2 tepatnya pada umur 80-85 hari, dengan target sekitar 4 ton, size 75. Selanjutnya panen parsial ke 3 pada umur 95-100 hari dengan pengambilan populasi udang sebanyak 50%, size 50. Selanjutnya panen total dengan target 13,5 ton dengan size 42-45,” papar Zakaria.
Dari hasil panen ini, lanjut Zakaria, Udang vaname panen parsial langsung dibeli penampung udang dan akan dikirim ke pasar Medan Sumatera Utara. Dengan padat tebar benih sekitar 120 ekor per meter persegi telah dilakukan panen parsial pertama pada 9 kolam dengan size 100, masa pemeliharaan 60 hari dengan total hasil panen sebanyak kurang lebih 2,2 ton dengan nilai kurang lebih Rp100 juta.
“Tidak lupa saya mengucapkan syukur dan terima kasih kepada KKP yang telah mempercayakan kami dalam program ini. Harapannya ke depan kami makin berkembang dan bisa mandiri dalam berbudidaya udang vaname secara berkelanjutan,” pungkas Slamet.
Sumber: Humas Ditjen Perikanan Budidaya