Jakarta, Gempita.co – Sebanyak 11 individu Orangutan Sumatra (Pongo Abelii) pulang kampung, setelah beberapa tahun di negeri orang.
Mereka merupakan korban perdagangan ilegal yang disita petugas dari negeri jiran.
Sembilan individu di antaranya dipulangkan atau repatriasi dari Malaysia. Sedangkan dua lagi disita petugas setempat dari Thailand. Satwa langka tersebut berusia rata-rata mulai lima hingga tujuh tahun.
Repatriasi ini berawal dari penggagalan jual-beli satwa liar secara ilegal oleh otoritas kedua negeri jiran.
Setelah berkoordinasi dengan masing-masing kedutaan besar, 11 individu orangutan itu dipulangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI dan tiba di Bandara Internasional Soekarno Hatta Tangerang pada Kamis.
Mereka diangkut menggunakan maskapai penerbangan Garuda Indonesia.
Sebelum kembali ke Tanah Air, para orangutan itu telah melalui karantina. Selama di Malaysia, sembilan individu orangutan dirawat di National Wildlife Rescue Centre, Perak.
Sedangkan dua lainnya dirawat di Khao Prathap Chang Wildlife Breeding Centre, Ratchaburi, Thailand.
Baik Malaysia maupun Thailand menyerahkan balik satwa-satwa itu ke Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur dan di Bangkok.
Ke-11 orangutan tersebut sebelumnya juga telah menjalani serangkaian pemeriksaan kesehatan, termasuk uji Covid-19.
Hasilnya, semua orangutan itu dinyatakan negatif.
Setibanya di Bandara Soekarno Hatta Indonesia, para orangutan disambut oleh Direktur Jenderal Konservasi dan Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Wiratno beserta perwakilan Kedutaan Besar Malaysia dan Kedutaan Besar Thailand.
Usai menginap semalam di Animal Room Terminal Kargo Bandara Soekarno Hatta, 11 indivudu itu kini diterbangkan kembali, Jumat .
Dua individu yang disita dari Thailand diangkut menuju Jambi. Keduanya bernama Ung Aing dan Natalee.
Ung Aing merupakan orangutan berjenis kelamin jantan, berusia enam tahun. Sedangkan Natalee berjenis kelamin betina yang juga berusia enam tahun. Keduanya dalam kondisi sehat dan memiliki bobot rata-rata 25 kilogram.
Selain ke Jambi, sembilan individu orangutan juga diterbangkan menuju Sumatera Utara. Kesembilan satwa ini merupakan orangutan yang dipulangkan dari Malaysia.
Mereka tiba di Bandara Internasional Kualanamo pada Jumat sekira pukul 13.05 WIB.
Dari sembilan individu yang tiba, lima di antaranya berjenis kelamin betina dan empat berjenis kelamin jantan. Masing-masing bernama Unas, Shielda, Yaya, Ying, Mama Zila, Feng, Papa Zola, Payet dan Sai.
Bobot mereka bervariasi. Mulai dari 11 kilogram hingga 20 kilogram. Meski dalam kondisi sehat, berdasar informasi pihak BBKSDA Sumatera Utara, dua individu di antaranya mulai mengalami stress akibat perjalanan jauh.
“Kemungkinan langsung ke rehab,” ujar Kepala Bagian Tata Usaha BBKSDA Sumatera Utara Teguh Setiawan.
Menurut Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Humas BBKSDA Sumatera Utara Andoko Hidayat, sembilan individu orangutan itu akan kembali menjalani masa karantina dan rehabilitasi di Pusat Karantina dan Rehabilitasi Orangutan Sibolangit Deliserdang
“Kita berharap semua orangutan yang sudah dipulangkan ke Indonesia, khususnya ke Sumatera Utara dapat direhabilitasi dan nantinya mampu beradaptasi ketika dilepasliarkan ke habitat alaminya,” kata Andoko.
Sementara itu, Kepala Karantina Pertanian Medan Hafni Zahara menjelaskan penyebab bobolnya pengawasan petugas sehingga terjadi penyelundupan satwa-satwa endemik Indonesia tersebut.
Menurut dia, para orangutan itu dilalulintaskan melalui pintu keluar-masuk yang tidak ditetapkan oleh pemerintah alias ilegal, sehingga lolos dari pantauan petugas karantina pertanian.
Namun berkat kerjasama yang baik antara pemerintah Malaysia dan Indonesia, satwa terancam punah tersebut dapat dikembalikan.
Seperti diketahui, Indonesia dan Malaysia merupakan anggota dari Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES).
Perjanjian ini dibuat demi memastikan perdagangan internasional tanaman dan hewan tidak mengancam kelangsungan hidup mereka di alam liar.
”Kami mengantisipasi risiko masuknya penyakit yang dapat dibawa oleh satwa yang masuk dalam kelompok Hewan Pembawa Rabies (HPR) ini,” kata dia.
Orangutan merupakan satwa liar yang sangat terancam punah dan dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup atau mati.
Terdapat sanksi pidana penjara maksimal lima tahun dan denda sebesar Rp100 juta.
Orangutan Sumatra (Pongo abelii) berbeda dengan orangutan Borneo (Pongo pygmaeus) maupun saudara dekatnya, orangutan Tapanuli (Pongo tapanulienses), yang berhabitat di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara.
Berdasar data BBKSDA Sumatera Utara, hanya terdapat sekitar 13.400 individu orangutan Sumatra di alam liar. Sedangkan jumlah orangutan Tapanuli lebih sedikit, yakni kurang dari 800 individu.
Ketiga spesies orangutan endemik Indonesia tersebut masuk dalam daftar merah atau sangat terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN).