Jakarta, Gempita.co – Vonis 5 tahun penjara lantaran terbukti membobol Bank Yudha Bhakti, tak membuat jera Ningsih Suciati. Residivis kejahatan perbankan kelahiran Pekalongan Jawa Tengah itu kembali menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Mantan Direktur Utama Bank of India Indonesia (dulu Bank Swadesi) ini, Selasa (2/6/2020) didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas dugaan tindak pidana perbankan terkait rekayasa lelang.
Dalam dakwaannya, JPU Maylany Wuwung dan Sinta Dewi Hutapea, yang dibacakan Jaksa Ola dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menyebutkan bahwa terdakwa Ningsih Suciati selaku Direktur Kredit dan Dirut Bank of India Indonesia (BOII) telah melanggar ketentuan bank atas lelang objek jaminan yang merugikan PT Ratu Kharisma selaku debitur.
“Perbuatan terdakwa Ningsih Suciati merupakan tindak pidana perbankan sebagaimana diatur dalam dan diancam dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b UU RI No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaiamana diubah dengan UU RI No.10 Tahun 1998 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” kata Ola di hadapan Majelis Hakim pimpinan M. Sainal.
Dalam persidangan beberapa kali Majelis Hakim dan JPU mengingatkan terdakwa Ningsih yang menjalani persidangan secara virtual.
“Buka masker Bu supaya kelihatan, bicara yang jelas, apakah memahami dakwaan JPU?,” tanya Hakim dalam persidangan.
Menanggapi dakwaan tersebut, Kuasa Hukum terdakwa Aris Febrian menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi.
Majelis Hakim pun menutup sidang dan akan melanjutkan persidangan pada Selasa (9/5/2020) mendatang dengan agenda mendengatkan keterangan saksi yang diajukan JPU.
Terpisah, Kuasa Hukum korban Rita K.P, Dr. Tommy S. Bhail, SH, MH, berharap melalui persidangan akan terungkap semua fakta kejahatan terdakwa Ningsih Suciati dkk. Sehingga terbongkar semua para pelaku dan korban-korban lainnya di BOII.
“21 orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri dalam kasus ini. Terdakwa Ningsih Suciati adalah residivis tidak pidana perbankan yang disidangkan,” ungkapnya.
“Bayangkan 9 tahun klien kami berjuang mencari keadilan, kami berharap tidak ada korban-korban lainnya, karena menurut pandangan saya ini sudah kejahatan korporasi karena baik terdakwa dan para tersangka lainnya berada dalam naungan perbankan, jelas merusak dunia perbankan, dan sangat merugikan konsumen” sambung Tommy.
Mafia Lelang
Kuasa Hukum korban lainnya, Jacob Antolis, SH, MH, MM, mengatakan Ningsih Suciati dkk diduga telah memasukkan informasi tidak benar dalam dokumen permohonan lelang eksekusi atas objek milik kliennya. Nilai agunan saat lelang tahun 2012 sekitar Rp50 miliar. Terbukti pemenang lelang membeli Rp6,3 miliar langsung mendapatkan kredit senilai Rp35 miliar dari May Bank.
“Patut diduga bisa terjadi yang disebabkan oleh pihak “mafia lelang “ yang berkerja sama dengan bank atau dikenal dengan “Mafia Perbankan“ yaitu pihak-pihak atau orang-orang yang selalu memanfaatkan keadaan tersebut dengan dikenal dengan “Kejahatan Kerah Putih (White Collar Crime)”, yang biasanya dinamakan dan merupakan suatu tindak kecurangan yang dilakukan oleh seseorang atau pihak-pihak yang memiliki posisi dan wewenang cukup tinggi pada sektor perbankan maupun sektor swasta atau perorangan,” paparnya.
Selain Ningsih Suciati yang telah disidangkan, dalam perkara ini Dit Tipideksus Bareskrim Polri telah menetapkan 20 tersangka lainnya berdasarkan Surat Ketetapan Tersangka No:S.Tap/32/V/Res/2.2/2020/Dit Tipideksus tanggal 11 Mei 2020.