London, Gempita.co – Di tengah masih mewabahnya varian Omicron, mulai hari ini, Kamis (27/1/2022), masker tak lagi wajib serta aturan pembatasan guna mencegah Covid-19 dicabut pemerintah Inggris.
Persyaratan hukum untuk izin Covid-19, guna masuk ke klub malam dan tempat-tempat besar lainnya, juga dicabut.
Langkah ini diklaim Pemerintah Perdana Menteri Boris Johnson terjadi karena virus sudah mereda. Inggris disebut telah berhasil dengan kampanye suntikan penguat (booster) Covid-19 dan mengurangi keparahan penyakit bahkan rawat inap.
“Lonjakan infeksi Omicron sekarang telah mencapai puncaknya secara nasional,” kata Johnson kala mengumumkan rencana penghapusan pekan lalu, dikutip AP melalui CNBC Indonesia.
Para pejabat mengatakan bahwa hampir 84% orang berusia di atas 12 tahun di Inggris telah mendapatkan dosis vaksin kedua. Dari mereka yang memenuhi syarat, 81% telah menerima suntikan booster.
Infeksi, kata pemerintah, juga sudah melalui masa puncak. Kasus harian Inggris sempat lebih dari 200.000 sehari sebelum turun ke rata-rata 100.000 sehari saat ini.
Pasien di rumah sakit dan jumlah orang di unit perawatan intensif, klaim pemerintah, telah stabil atau turun. Meski begitu aturan karantina jika terinfeksi tetap ada, selama lima hari, walau Johnson sempat menunjukkan tanda bakal direvisi.
“Saat kita belajar untuk hidup dengan Covid, kita perlu melihat dengan jelas bahwa virus ini tidak akan hilang,” kata Menteri Kesehatan Sajid Javid.
Johnson telah mendapat kritikan tajam karena caranya menangani Covid-19 di Inggris. Negeri Ratu Elizabeth itu merupakan salah satu negara dengan kematian Covid-19 tertinggi di dunia saat ini, 152 ribu lebin jiwa.
Ia juga terkena skandal pesta lockdown. Saat penguncian Covid-19 Inggris awal corona 2020, ia ketahuan membuat pesta dengan staff di kantornya.
Ia membela diri dengan menyebut hal itu bagian dari pekerjaan. Sejumlah pihak beranggapan aturan pencabutan ini terkait dengan skandal tersebut, guna menyenangkan pengkritiknya.
Sementara itu, para ilmuwan memperingatkan langkah pemerintah Inggris ini. Jumlah kasus diyakini bakal melonjak drastis.
“Tidak ada jaminan bahwa angkanya akan terus menurun seperti saat ini,” ucap pakar virologi Universitas Warwick, Lawrence Young, kepada Reuters.
“Saya pikir kita tidak memiliki ruang untuk berpuas diri saat ini, tapi saya memahami kebutuhan ekonomi. Orang-orang ingin kembali normal.”