Mengapa 25 Relawan Uji Vaksin Bisa Positif COVID-19? Berikut Penjelasannya

Jakarta, Gempita.co – Sebanyak 25 relawan uji klinis kandidat vaksin dari Sinovac terkonfirmasi positif virus Corona. Mereka terdiri dari 18 orang penerima obat kosong (plasebo) dan 7 orang lainnya telah mendapatkan dua kali vaksinasi COVID-19.

Ketua Tim Riset Uji Klinis Vaksin COVID-19 dari Fakultas Kedokteran Unpad Kusnandi Rusmil menjelaskan relawan tersebut sampai terpapar saat melakukan aktivitas di luar.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“(Tertular) dari luar, karena kan yang ikut uji klinis banyak yang kemana-mana dan boleh kemana-mana. Kita tetap kontrol dan dia kalau ada gejala di-swab sama kita,” kata Kusnandi, dilansir dari detik.com, Selasa (19/1).

Kusnandi menjelaskan, gejala dari relawan yang mendapatkan vaksin termasuk dalam kategori ringan sehingga tak memerlukan perawatan. Namun berbeda dengan kelompok penerima plasebo yang di antaranya ada yang harus dirawat.

“Yang diuji klinis boleh kemana-mana, enggak ada yang dilarang sehingga mempunyai kesempatan dapat penyakit sama dengan yang normal,” ungkap Kusnandi.

Sebelumnya, lanjut dia, terdapat 1.620 relawan yang mengikuti uji klinis tahap tiga di Bandung. Berbeda dengan negara lainnya yang mengambil relawan dari kalangan tertentu, relawan uji klinis fase tiga di Bandung ini berasal dari kalangan terbuka.

Penjelasan hubungan angka positif dengan efikasi vaksin di halaman selanjutnya

Menurut Kusnandi soal adanya relawan yang positif adalah hal lumrah dalam penelitian sehingga keluarlah angka efikasinya.

“Ya itulah gunanya penelitian ada berapa yang sakit supaya kita bisa tahu berapa efikasi (kemanjuran) dari vaksin tersebut. Kan kita meneliti supaya tahu, manjur tidak vaksin saya. Jadi memang orang yang divaksin sama yang dapat plasebo itu disuruh kemana-mana supaya dia punya kesempatan bertemu orang-orang yang tertular covid, badannya kebal atau tidak,” paparnya.

BPOM

BPOM RI pun telah mengumumkan pekan lalu tingkat efikasi atau kemanjuran dari vaksin ini membentuk antibodi di kisaran 65%. Angka tersebut masih berada di atas batas aman yang ditetapkan WHO yakni 50%.

Ia menerangkan, 25 relawan yang terpapar COVID-19 pun masuk ke dalam perhitungan efikasi.

“Nanti dibandingkan yang dapat vaksin berapa, yang sakit plasebo berapa, yang sakit kemudian dihitung efikasi ketemulah 65 persen,” jelas Kusnandi.

“Turki kan 90 persen ke atas kalau umpamanya Brasil tadinya 75 tapi sekarang turun jadi 50 persen. Dia tinggal mengubah kriteria inklusinya aja tergantung kita menghitungnya jadi bisa berubah-ubah,” tambahnya.

Ia menegaskan kembali bahwa vaksin berfungsi untuk membentuk kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit, walau demikian dalam beberapa kasus tertentu ada yang memiliki gangguan sehingga antibodi dari vaksin tak bisa dibentuk secara optimal. Sehingga protokol kesehatan tetap harus dilaksanakan, mengingat masih ada potensi tertular.

“Contohnya orang yang makan obat-obatan tertentu atau terkena penyakit misal leukimia jadi kemungkinan tetap tertular,” katanya.

Masih menurut Kusnandi menyatakan untuk memerangi virus COVID-19 tidak bisa hanya mengandalkan vaksin, namun tetap harus mengikuti protokol kesehatan.

“Semuanya harus ikut protokol kesehatan vaksin aja kurang. Orang sudah divaksin tapi enggak ikut protokol kesehatan dia bisa menularkan penyakit ke orang lain, karena kumannya itu kan ada di baju, di leher. Sehingga setiap orang harus menjaga diri supaya tidak menularkan,” pungkas Kusnandi.

Sumber: detik.com

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali