Gempita.co-Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim meluruskan sejumlah kesalahpahaman terkait isu klaster pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas yang saat ini beredar di masyarakat.
Miskonsepsi pertama, adalah isu mengenai adanya klaster penularan akibat PTM terbatas yang mencapai 2,8 persen satuan pendidikan dalam satu bulan terakhir. “[2,8 persen] itu adalah data kumulatif [sejak Juli 2020], bukan data per satu bulan,” ujar Nadiem dalam keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo (Jokowi), secara virtual, Senin (27/09/2021) sore.
Kedua, penularan COVID-19 belum tentu terjadi di satuan pendidikan. Nadiem menuturkan, persentase tersebut bukan data klaster melainkan data jumlah sekolah yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular COVID-19. “2,8 persen dari sekolah yang dilaporkan oleh sekolahnya ada yang [terkena] COVID-19, itu pun belum tentu mereka melaksanakan PTM,” ujarnya.
Ketiga, isu mengenai 15 ribu murid dan tujuh ribu guru yang terkonfirmasi positif selama PTM terbatas. Nadiem menegaskan bahwa data tersebut berasal dari satuan pendidikan yang belum diverifikasi. “Itu berdasarkan laporan data mentah yang ternyata banyak sekali erornya. Contohnya, banyak sekali yang melaporkan jumlah positif COVID-19 melampaui daripada jumlah murid di sekolah–sekolahnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut Mendikbudristek menegaskan bahwa pihaknya akan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meningkatkan pengendalian COVID-19 di satuan pendidikan.
“Ke depannya kami akan ada dua kolaborasi dengan Kemenkes. Pertama, [strategi surveilans] yang disebut [Menkes] Pak Budi tadi untuk memastikan bahwa ke sekolah-sekolah mendukung fasilitas random testing/sampling yang dilakukan. Kita akan secara spesifik akan menutup sekolah kalau sudah melampaui lima persen positivity rate,” terangnya. Nadiem meyakini, data yang akan diperoleh akan lebih valid dan tepat sasaran serta tidak merugikan. Strategi kedua, adalah integrasi aplikasi PeduliLindungi dan implementasinya di satuan pendidikan.
“Kami sangat mendukung program ini yang secara proaktif akan menemukan dan secara statistik akan mencapai level akurasi yang tinggi untuk menunjukkan apakah kita patut khawatir apa tidak,” tandasnya. Waspadai Learning Loss Dalam kesempatan tersebut, Nadiem juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai masih sedikitnya jumlah sekolah yang melaksanakan PTM terbatas, yang berpotensi menyebabkan learning loss.
“Saya lebih khawatir bahwa hanya 40 persen dari sekolah kita yang bisa melakukan PTM, saat ini baru melakukan PTM. Jadi ada 60 persen sekolah kita yang sebenarnya sudah boleh melakukan PTM yang belum [melakukannya],” ungkapnya.
Nadiem memaparkan, sejumlah penelitian menunjukkan adanya risiko learning loss yang dapat terjadi akibat pembelajaran jarak jauh yang kurang optimal. “Data dari Bank Dunia dan berbagai macam institusi riset menunjukkan betapa menyeramkannya learning loss yang bisa terjadi, ini di luar kondisi psikologis yang bisa terjadi. Apalagi di tingkat SD dan PAUD di mana mereka paling membutuhkan PTM, bahwa kalau sekolah-sekolah yang tidak dibuka dampaknya bisa permanen,” tandasnya.