Gempita.co – Sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah sudah berada dalam atau dekat dengan kesulitan utang, sementara selusin negara berkembang mungkin tidak dapat memenuhi pembayaran utang selama tahun depan.
“Jadi ini bukan hanya satu atau dua kasus luar biasa, ini menjadi meluas,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam Pembukaan Pertemuan Ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (3rd FMCBG) G20 Indonesia 2022 di Nusa Dua, Badung, Bali, dikutip Antaranews.
Maka dari itu, dirinya menekankan hal tersebut menjadi isu yang perlu menjadi perhatian Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20, bersama organisasi internasional dan lembaga multilateral.
Tiga ancaman global, yakni perang, lonjakan/harga komoditas, dan peningkatan inflasi global meningkatkan dan menciptakan dampak nyata terhadap utang, tak hanya untuk negara-negara berpenghasilan rendah tetapi juga di negara-negara berpenghasilan menengah atau bahkan ekonomi maju.
Ia menjelaskan sebelum pandemi dan saat pandemi, ruang fiskal telah digunakan berbagai negara yang berimplikasi pada peningkatan posisi utang. Dengan tiga ancaman tersebut, situasi akan menjadi sangat kompleks untuk dikelola.
Tantangan signifikan ini berada di atas masalah global yang belum terpecahkan seperti yang dibahas oleh semua negara dalam dua tahun terakhir, yaitu pandemi, perubahan iklim, mitigasi dan adaptasi iklim, dan keberlanjutan utang yang ada di banyak negara berpenghasilan rendah.
“Ini semua menciptakan rintangan yang signifikan untuk tujuan bersama kita, yang mana kepresidenan Indonesia sudah dipilih pada saat itu ketika kita melanjutkan kepresidenan dari Italia dan yang ingin kita lihat di 2022 adalah pulih bersama, pulih lebih kuat,” ucap dia.
Oleh karenanya, lanjut dia, forum G20 berkumpul kembali untuk diuji dengan situasi yang sangat kritis dan kompleks ini. Dengan begitu di tengah masa kritis perekonomian global, ekspektasi dan harapan terhadap kelompok negara G20 semakin tinggi.