Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) optimistis produk perikanan Indonesia bisa bersaing di pasar internasional meski syarat impor di negara tujuan kian ketat. Selain meningkatkan kualitas produk dan menggencarkan promosi, menjalin perundingan perdagangan internasional menjadi salah satu kiatnya.
Direktur Pemasaran Direktorat Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP, Machmud menjelaskan Indonesia sudah menjalin perjanjian perdagangan internasional di bidang perikanan dengan beberapa negara. Seperti Australia, Chile, dan Hongkong.
Manfaat yang didapat dari perjanjian ini, salah satunya pengurangan tarif bea masuk. Di pasar internasional, bea masuk ini dipengaruhi oleh dua komponen yaitu tarif Most Favoured Nation (MFN) dan Generalized System of Preference (GSP).
“Margin kita 5 persen saja, sudah sulit bersaing dengan produk perikanan negara lain yang harganya lebih murah,” terang Machmud saat mengisi webinar daya saing industri perikanan yang digelar oleh Direktorat Perundingan Bilateral Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Melakukan perundingan ini diakui Machmud bukan perkara mudah. Butuh win-win solution karena setiap negara punya kepentingan masing-masing. Tak ayal bisa memakan waktu bertahun-tahun untuk mencapai kata sepakat.
Perundingan perdagangan internasional di bidang perikanan yang tengah proses di antaranya dengan Turki, Peru, Mozambik, Maroko, Iran, dan Uni Eropa.
“Ini suka duka bagaimana kita melakukan perundingan, di negara lain ada yang sampai 20 tahun. Mudah-mudahan di 2020 ini yang dengan Uni Eropa bisa selesai, setelah prosesnya 2016 lalu. Sehingga kita bisa dapat manfaatnya seperti apa, tindak lanjutnya seperti apa,” terang Machmud.
Mengenai persyaratan impor di negara tujuan yang kian ketat, Machmud menyebut itu menjadi tantangan bagi pemerintah dan juga pelaku usaha perikanan di Indonesia. Bagaimana tidak, dari 63.364 unit pengolahan ikan (UPI), 62.389 diantaranya (setara 98%) merupakan skala Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Persyaratan meliputi empat poin, yakni kualitas dan keamanan produk (Quality and Safety), keberlanjutan (Sustainability), sertifikasi dari pihak ketiga (Third Party Certification) dan asal usul produk serta pengolahannya (Traceability).
“Dalam membina teman-teman UMKM ini perlu kerja sama antara pemerintah dan swasta. Supaya apa yang dihasilkan bisa masuk pasar internasional dan berdaya saing,” ujar Machmud.
Celah lain KKP dalam mengupayakan peningkatan daya saing produk perikanan di pasar internasional adalah dengan aktif mengikuti pameran. Tujuannya tidak sebatas promosi, sekaligus menjadi ajang bertukar informasi.
“Tahun ini memang tidak ada karena pandemi. Tapi 2021 mudah-mudahan sudah kita bisa mulai lagi. Ada target-target dalam setiap pameran, sehingga kita bisa mencapai apa yang kita inginkan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, nilai ekspor perikanan Indonesia sebesar USD2,4 milyar atau naik 6,9 persen dibanding semester I tahun lalu. Amerika, Tiongkok, Jepang, ASEAN, dan Uni Eropa merupakan pasar pengimpor terbesar dengan lima komoditas paling digemari adalah udang; tuna-cakalang; cumi-sotong-gurita; rajungan-kepiting; dan rumput laut.