Gempita.co-Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana menilai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) seharusnya menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Ketua MK, Anwar Usman .
“MKMK memilih menjatuhkan sanksi pemberhentian jabatan sebagai Ketua MK, padahal seharusnya pemecatan sebagai negarawan Hakim Konstitusi,” ujar Denny dalam keterangannya, Rabu (8/11/2023).
Menurut Denny, MKMK hanya beralasan untuk menghindari banding sehingga tidak memilih untuk memecat Anwar Usman dari jabatan Ketua MK.
Padahal, lanjut Denny, pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK sudah diatur jelas jika pelanggaran etika berat sanksinya hanyalah pemberhentian dengan tidak hormat
. “Lagi pula ada konsep hukum acara, uitvoerbaar bij voorraad, putusan bisa tetap dijalankan lebih dulu meskipun ada upaya hukum banding,” ungkapnya.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM ini mengatakan, putusan MKMK ini baru setengah jalan, sisanya tergantung kesadaran Anwar Usman apakah masih ada sisa harga diri dan rasa malunya untuk bertahan setelah dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran berat
“Akan lebih pas jika Anwar Usman tahu diri dan mundur sebagai Hakim Konstitusi. Meskipun, terus terang saya tidak yakin, tindakan yang terhormat demikian akan dilakukan,” ucapnya.
Pencawapresan Gibran Untuk diketahui, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman sebagai Ketua MK.
Anwar dianggap terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam sapta karsa hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.
Hal ini berkaitan dengan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim soal putusan batas usia capres cawapres 40 tahun atau punya pengalaman jadi kepala daerah.
Putusan itu dibacakan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie yang didampingi oleh dua anggotanya Wahiduddin Adams dan Binsar R Saragih.
“Menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan pedoman perilaku hakim. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatannya sebagai Ketua MK,” ujarnya membacakan amar putusan di ruang sidang MKMK, Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).