Pakar Ini Bilang, Pencemaran di Teluk Jakarta Belum Mematikan

Gempita
Gempita.co berita terkini hari ini

Jakarta, Gempit.co – Kandungan parasetamol di perairan Teluk Jakarta dinilai peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Etty Riani, belum mematikan.

Berdasarkan penelitian dari Pusat Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)-Badan Riset dan Teknologi Nasional (BRIN), konsentrasi parasetamol di perairan Teluk Jakarta yaitu sebesar 420-610 nanogram per liter (ng/L). Artinya terdapat kandungan 420-610 gram parasetamol dalam 1 juta meter kubik air laut.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

“Kalau melihat dari jumlah 600 ng/L, itu sifatnya non akut jadi tidak langsung mematikan. Sehingga ketika ada berita bahwa banyak ikan mati gara-gara parasetamol itu pernyataan yang kurang ilmiah. Karena itu tidak mematikan dalam jumlah tersebut,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Selasa (5/10).

Kendati demikian, kata Etty, jika kadar parasetamol terus dibiarkan ada di perairan Teluk Jakarta maka akan berpotensi berdampak terhadap gangguan fisiologis sekunder hingga mikroorganisme. “Ini tetap harus diperhatikan karena lingkungan merupakan suatu sistem yang saling terkait antara satu dengan lainnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, diperlukan adanya penanganan lebih lanjut agar tidak menimbulkan gangguan. “Sosialisasi kepada masyarakat, jika ingin lingkungan bersih, sehat dan nyaman, maka setiap individu harus peduli lingkungan,” ucap Etty.

Ancol dan Angke Tercemar Parasetamol

Peneliti Oseanografi BRIN, Prof Zainal Arifin, menjelaskan riset parasetamol dan bahan pencemar ini telah dilakukan sejak 2017 sampai 2020 di lima lokasi yaitu Angke, Ancol, Tanjung Priuk, Cilincing dan Pantai Eretan pada Teluk Jakarta. Kandungan parasetamol terdeteksi di dua lokasi yaitu Ancol dan Angke.

“Parameter fisik suhu air hasilnya aman bagi biota. Untuk logam berat yang terlarut umumnya aman. Ada yang melebihi baku mutu yaitu nutrien seperti amonia, nitrat, dan total fosfat. Sedangkan untuk policlorobifenili (pcb) dan pestisida di bawah ambang baku mutu (aman bagi biota laut),” jelasnya.

Sementara, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah Limbah dan B3 (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan belum ada baku mutu air terkait parasetamol. Saat ini parasetamol yang menjadi bahan penelitian tersebut merupakan bagian dari berbagai upaya di dunia untuk melakukan penelitian terhadap Contaminants of Emerging Concern (CEC).

CEC adalah bahan kimia sintetis atau alami yang biasanya tidak dipantau di lingkungan. Namun, memiliki potensi untuk memasuki lingkungan dan menyebabkan efek yang sudah diketahui atau diduga memiliki pengaruh terhadap ekologis dan kesehatan manusia.

Kontaminan baru ini muncul karena belum cukup pengetahuan untuk memastikan efek samping dari bahan kimia, sehingga dapat dipahami risiko yang terkait dengan kesehatan masyarakat dan lingkungan.

“Saat ini belum ada baku mutu air terkait dengan paracetamol dan hal ini termasuk emerging pollutan. Dari paparan para ahli juga jumlahnya relatif kecil, dan kecil kemungkinan untuk mengganggu kesehatan,” ujarnya.

Untuk menindaklanjuti pengelolaan bahan kimia farmasetika dan Contaminants of Emerging Concern, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan BRIN akan membentuk Working Group Pengelolaan Contaminants of Emerging Concern, bekerja sama dengan kementerian teknis terkait dan perguruan tinggi.

KLHK juga bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan untuk sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan obat-obatan secara baik, terutama obat yang dapat dibeli bebas di pasaran.

Sumber: voa

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali