Jakarta, Gempit.co – Praktisi hukum Alexius Tantrajaya berpandangan bahwa penegakan hukum belum serius dilakukan oleh pemerintah. Ditambah gagalnya pimpinan partai politik menempatkan kadernya ke dalam lingkaran kekuasaan.
Alexius mencatat sepanjang pemerintahan tiga presiden, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yodhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi), dalam kurun waktu 22 tahun (2001-2023), setidaknya ada 13 menteri dan satu wakil menteri (wamen) melakukan terjerat kasus korupsi.
“Atas dasar fakta tersebut, baik ketua partai maupun oknum kadernya ternyata tidak berhasil memenuhi harapan rakyat dalam peran serta mewujudkan kemajuan bangsa Indonesia,” ujar Alexius dalam keterangannya, Senin (11/12/2023).
Padahal, menurutnya, tujuan presiden (pemerintah) meminta ketua parpol menyertakan kadernya dalam kabinet agar bersama-sama membangun negeri maju dan sejahtera.
“Hanya saja masih ada dari mereka yang tidak bisa memanfaatkan perannya, sehingga terlibat tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Advokat senior ini berharap presiden terpilih nantinya tidak lagi menempatkan politisi atau kader partai sebagai menteri di jajaran kabinet.
“Mengingat banyaknya jabatan menteri dari kader parpol terjerat kasus korupsi, diharapkan presiden terpilih pada Pemilu 2024 tidak lagi menempatkan politisi sebagai menteri dalan jajaran kabinet, hendaknya merekrut generasi muda non partai yang cerdas, jujur, nasionalis, dan penuh semangat membangun bangsa sebagaimana yang dicita-citakan pendiri negeri ini,” kata advokat senior itu.
“Seperti diketahui, sejak reformasi bergulir di negeri ini, sejak itu pula budaya korupsi di kalangan pembantu presiden (menteri) kian marak dan pelakunya sebagian besar oknum kader parpol. Saya berharap presiden terpilih 2024 jangan merekrut menteri dari kalangan politisi,” sambung Alexius.
RUU Perampasan Aset
Maraknya kasus korupsi di kalangan menteri, lanjutnya, sudah seharusnya juga menjadi perhatian serius legislator untuk segera membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana (RUU Perampasan Aset).
“Apalagi Presiden Jokowi pada 4 Mei 2023 berkirim surat kepada Ketua DPR-RI yang isi agar rancangan ketentuan hukum memiskinkan koruptor dibahas, mengingat RUU itu sudah diserahkan secara resmi oleh pemerintah kepada DPR sejak 2016, namun belum menjadi prioritas Prolegnas,” ungkapnya.
Alexius menambahkan, kasus korupsi yang menjerat pembantu presiden menteri, puluhan oknum anggota DPR, dan puluhan pejabat daerah menjadi bukti bahwa hukuman penjara tidak cukup membuat mereka jera. Korupsi masih terus marak bahkan secara kuantitas tiap tahun meningkat.
“Upaya memiskinkan atau merampas harta milik pejabat korup oleh negara harus segera dilakukan. Tak ada alasan bagi DPR menunda Prolegnas RUU Perampasan Aset Tindak Pidana (korupsi),” tegas Alexius.
Ia mengaku heran dari 41 RUU prioritas Prolegnas 2023 yang diumumkan pada 23 November 2022, ternyata DPR tak mencantumkan RUU Perampasan Aset.
“Jika pada 2023 tidak dijadwal pembahasannya, dikhawatirkan tenggelam oleh suasana pesta politik. DPR terkesan ogah-ogahan membahas, apalagi menyetujui RUU Perampasan Aset yang diajukan pemerintah sejak 2006, dampaknya tidak sedikit kader parpol melakukan tindak pidana korupsi,” paparnya.
“Bagiamana mungkin negeri ini bebas dari korupsi dan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, jika DPR sebagai wakil rakyat tak menaruh perhatian serius terhadap RUU Perampasan Aset,” pungkas Alexius.(red)