Jakarta, Gempita.co – Dalam rangka memastikan ketahanan pangan di tengah pandemi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus mendorong produksi komoditas kelautan dan perikanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sejalan dengan itu, KKP melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal menyelenggarakan pelatihan diversifikasi olahan ikan lele bagi 50 pengolah ikan di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 1 – 2 Oktober 2020. Di saat yang bersamaan, BPPP Banyuwangi turut menyelenggarakan pelatihan membuat alat pancing cumi secara daring yang diikuti oleh 175 masyarakat dari 26 provinsi di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja mengatakan, hampir seluruh aktivitas mengalami hambatan di tengah pandemi saat ini. Begitu pula dengan kegiatan produksi. Meskipun begitu, pangan menjadi kebutuhan pokok masyarakat yang akan terus dibutuhkan.
“Semua aktivitas kita serba terbatas, tapi kita semua setiap hari perlu makan dan perlu lauk. Salah satunya adalah ikan. Jadi rasanya patut kita sediakan,” ucap Sjarief Widjaja, dalam keterangannya, Jumat (2/10).
Ia menyebut, konsumsi ikan Indonesia mencapai 51 kg/orang/tahun. Artinya, diperlukan sekitar 13 juta ton ikan/tahun untuk memenuhi asupan protein sekitar 260 juta masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, berbagai pelatihan ini diharapkan dapat membantu membangun ketahanan pangan dari unit-unit terkecil di tengah masyarakat.
“Kita mulai dari diri sendiri, kita mulai dari keluarga. Apa yang kita lakukan hari ini sebenarnya adalah membangun ketahanan pangan,” ujarnya.
Diversifikasi Olahan Ikan Lele
Dalam pelatihan diversifikasi olahan ikan lele, para peserta dilatih untuk membuat beragam olahan menarik. Beberapa di antaranya keripik rambak kulit ikan lele, kerupuk tulang ikan lele, nugget, dan abon.
Sjarief mengungkapkan, olahan menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperpanjang masa penyimpanan ikan. Jika ikan segar hanya tahan disimpan selama sekitar 6 jam, produk olahan ikan bisa tahan hingga beberapa bulan.
Meskipun begitu, ia mengingatkan para peserta untuk tetap memastikan kesegaran dan kebersihan ikan dalam proses produksi.
Ia juga mendorong agar para peserta mengembangkan produksinya untuk dipasarkan ke tetangga. Bahkan, produk-produk ini dapat dijadikan souvenir bagi tamu-tamu Blora. Dengan begitu, desa-desa setempat bisa menjadi penghasil kerupuk rambak lele yang khas. Selain itu juga memberikan tambahan ekonomi untuk masyarakat.
“Ini kesempatan yang baik. Di era pandemi ini, hampir semua berhenti memproduksi sehingga kita kekurangan barang sehingga kalau produk kita masuk pasti dicari. Saya harap pelatihan ini bisa memunculkan jawara-jawara baru,” pungkasnya.
Sejalan dengan itu, ia memastikan bahwa para peserta turut dibekali dengan pengetahuan untuk melakukan pengemasan dan pemasaran dalam pelatihan ini.
Tak berhenti sampai di sini, Sjarief menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan pelatihan lanjutan tentang budidaya lele kepada masyarakat untuk memastikan keberlanjutan produksi olahannya. Ia menyebut, lele merupakan salah satu ikan yang memiliki ketahanan tinggi terhadap berbagai cuaca dan kondisi sehingga akan mudah dibudidayakan oleh masyarakat Blora.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut, Pamuji Lestari, berharap agar pelatihan ini membantu meningkatkan budaya makan ikan di tengah masyarakat. Pasalnya, ia menilai bahwa saat ini makan ikan belum menjadi sebuah kebiasaan bagi masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka stunting di Indonesia.
“KKP sedang giat-giatnya mengampanyekan makan ikan. Gizinya luar biasa, omega 3-nya juga luar biasa. Kami berharap, olahan ikan ini bisa meningkatkan angka konsumsi ikan di Blora,” ucapnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Blora, Gundala Wejasena, mengamini hal tersebut. Ia menyebut bahwa angka konsumsi ikan di Blora masih cukup rendah yaitu sekitar 27,8 kg/kapita/tahun, sangat jauh dari konsumsi ikan nasional. Hal ini dikarenakan posisi Blora yang jauh dari laut sehingga masyarakatnya pun jauh dari ikan.
“Kadang yang paling bagus adalah ikan ayam karena Blora ini paling terkenal dengan sate Blora-nya. Dengan pelatihan ini, semoga nanti akan berkembang sate ikan. Dengan demikian, konsumsi ikan itu sendiri akan meningkat,” pungkasnya.
Pelatihan ini disambut baik oleh para peserta. Ariyanto Putra, peserta dari Pokdakan Lele Singkep Joyo menyatakan bahwa pelatihan ini mampu mengubah tradisi bisnis perikanan di daerahnya yang biasanya hanya menjual bahan mentah.
“Sekarang kami bisa membuat daging ikan mentah menjadi olahan makanan yang luar biasa variasinya. Harapan saya, semoga para pelaku usaba di Blora dapat menaikkan angka konsumsi ikan, menginspirasi masyarakat agar giat dalam berusaha, dan menciptakan lapangan kerja bagi mereka yang belum mendapatkan pekerjaan,” tandasnya.
Latih Buat Alat Pancing Cumi
Sejalan dengan tujuan untuk terus memastikan keberlanjutan produksi komoditas kelautan dan perikanan, KKP melalui BPPP Banyuwangi turut menggelar pelatihan membuat alat pancing cumi secara daring.
Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilya Pregiwati menyebut, meskipun dikenal sebagai komoditas yang mengandung kolesterol, sebenarnya cumi-cumi memiliki banyak manfaat bagi tubuh jika tidak dimakan berlebihan.
“Khasiat cumi ini kaya akan melanin yang bisa melindungi kita dari paparan sinar matahari langsung. Bahkan, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa tinta cumi ini berpotensi untuk mencegah kanker,” ungkapnya.
Selain itu, cumi juga mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh. Tidak hanya itu, cumi mengandung omega-3 yang bisa meningkatkan kolesterol baik dan menjaga kesehatan kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah).
Untuk itu, Lilly berharap agar pelatihan membuat alat pancing cumi ini bisa meningkatkan produksi cumi di berbagai daerah.
Menutup sambutanya, ia mendorong agar para peserta memanfaatkan pelatihan ini secara optimal. Guna mendukung tindak lanjutnya ke depannya, ia pun meminta para penyuluh untuk terus mendampingi para peserta pasca pelatihan.
Pelatihan ini mendapatkan antusiasme dari para peserta. Salah satunya Justina, peserta asal Kepulauan Yapen, Papua. “Pelatihan ini sangat bagus karena bahan dan alat yang digunakan sangat mudah didapat dalam kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.
Ia berharap agar KKP terus memberikan pelatihan-pelatihan serupa bagi masyarakat kelautan dan perikanan ke depan.