JAKARTA, Gempita.co- Perikanan budidaya merupakan salah satu sub sektor unggulan yang dapat dioptimalkan dalam meningkatkan produksi perikanan nasional sekaligus pendapatan pelaku utama/usaha perikanan. Namun demikian, sub sektor ini masih menghadapi permasalahan harga pakan. Tingginya harga pakan saat ini disebabkan sebagian besar bahan baku pakan sangat bergantung pada bahan impor dari berbagai negara. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan program Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI) dengan mengoptimalkan bahan baku lokal yang dapat diproduksi oleh masyarakat.
Disamping itu, kebutuhan akan pakan alami juga sangat tinggi pada kegiatan pembenihan ikan. Untuk itu perlu adanya siasat penggunaan pakan alami yang dapat dibudidayakan serta diproduksi secara massal dan mandiri oleh para pembudidaya ikan. Cacing sutra atau cacing rambut yang merupakan pakan hidup bagi ikan berpotensi besar untuk dikembangkan guna mendukung kebutuhan pakan alami pada kegiatan pembenihan ikan. Habitat yang menjadi kesukaan cacing _tubifex_ tumbuh yakni pada tempat atau perairan yang menjadi tempat masuknya air dan media berlumpur dengan tekstur halus.
Melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Tegal, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) memfasilitasi pelaku utama/usaha dalam mengaplikasikan teknologi terekomendasi untuk meningkatkan kompetensi dan kemandirian menjalankan usaha. Untuk itu dilakukan Temu Lapang Percontohan Budidaya Cacing Sutra Metode Apartemen/Rak di Dusun Salam Desa Banjarharjo, Kec. Kalibawang, Kab. Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada 3 November 2020. Kegiatan ini merupakan kerja sama BRSDM dengan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB).
“Percontohan budidaya cacing sutra sistem apartemen merupakan salah satu adopsi teknologi dari BBPBAT Sukabumi di mana media budidaya menggunakan rak-rak dengan sirkulasi air sehingga meminimalisir penggunan lahan dan air. Budidaya cacing sutra merupakan hulu dari kegiatan produksi budidaya di mana cacing sutra merupakan salah satu pakan alami yang sesuai untuk benih, sehingga merupakan tahapan yang penting dari proses produksi budidaya. Ini adalah salah satu pakan alternatif bagi usaha budidaya ikan, disamping ketergantungan pada pakan pabrikan,” ucap Kepala BRSDM, Sjarief Widjaja, dalam sambutannya.
“Usaha budidaya cukup banyak. Kalau hanya bergantung pada pakan pabrikan akan membutuhkan biaya yang cukup tinggi, sehingga tingkat keuntungan masyarakat semakin menipis. Jika para pelaku utama mampu membudidayakan cacing sutra tentu dapat meningkatkan penghasilan. Dengan model apartemen ini, budidaya cacing sutra tidak butuh lahan luas, bisa dibuat secara bertingkat dan sederhana. Dengan metode ini, Anda akan memiliki peluang untuk menjadi pengusaha baru di bidang cacing sutra,” lanjutnya.
Pengenalan teknologi baru ini tak lepas dari peran serta penyuluh perikanan yang berhadapan langsung dengan masyarakat di lapangan. Penerapan teknologi di lapangan tentunya memerlukan tahapan-tahapan pengaplikasian, terutama karena beberapa teknologi bersifat spesifik sehingga butuh formula yang tepat untuk diterapkan di berbagai lokasi. Di sinilah penyuluh diuji baik secara teknis maupun manajerial untuk dapat memberikan pendampingan tentang teknologi yang tepat dengan hasil yang efektif bagi masyarakat.
“Kalau sudah tercipta pokdakan-pokdakan yang berhasil membudidayakan cacing sutra, kita bisa melirik kabupaten terdekat untuk menjadi supplier. Pelatihan dari BPPP Tegal dan pendampingan dari penyuluh perikanan diharapkan dapat membantu para pelaku utama dalam hal pembenihan, pembesaran, pemasaran, hingga pembuatan sarana dan prasarananya. Dengan demikian, meskipun di tengah pandemi Covid-19, para pelaku utama tetap dapat menafkahi keluarganya,” jelas Sjarief.
Pihaknya pun berharap budidaya cacing sutra ini dapat menciptakan kawasan penyangga perbenihan di Kab. Kulon Progo, di mana Kulon Progo mencanangkan untuk menciptakan kawasan sentra budidaya lele di Provinsi DIY.
Direktur Pakan dan Obat Ikan Direktorat Pakan dan Obat Ikan DJPB, Mimid Abdul Hamid, menuturkan bahwa pengembangan pakan alami menjadi salah satu strategi di dalam kebijakan pengembangan pakan nasional. Strategi yang dimiliki KKP sendiri adalah pengembangan pakan mandiri; pengembangan bahan baku; pengembangan pakan alami; pengembangan dan pengendalian pakan; dan pengendalian obat ikan.
“Cacing sutra selama ini diperoleh secara alami di saluran irigasi/persawahan warga sehingga ketersediaan tidak stabil bahkan kurang, terlebih di musim hujan. Keterbatasan itu bisa dipecahkan dengan budidaya cacing sutra. Dengan adanya adopsi dan percontohan untuk penyuluhan tentu saja sangat mendukung untuk penyediaan pakan alami di sentra-sentra perbenihan sehingga mengurangi ketergantungan terhadap cacing sutra alam dan mendukung perkembangan industri dalam rangka meningkatkan produksi perikanan budidaya,” tutur Mimid.
Sistem apartemen merupakan desain wadah budidaya cacing sutera yang tersusun secara vertikal dan menggunakan aliran air dengan sistem resirkulasi. Keuntungan budidaya sistem apartemen antara lain, efisiensi lahan; mengurangi penetrasi cahaya matahari secara langsung; lebih terkontrol; dan tidak tergantung musim.
Terkait percontohan ini, Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP), Lilly Aprilya Pregiwati berharap agar transfer teknologi yang disampaikan dari para penyuluh kepada pelaku usaha di lapangan dapat membantu pelaku usaha meningkatkan kesejahteraannya. Ia meminta penyuluh untuk menuangkan penerapan teknologi dalam bentuk tulisan yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai pedoman.
“Para penyuluh harus selalu berpikir kritis dan berinovasi untuk menemukan teknologi yang tepat guna untuk menyelesaikan persoalan pelaku usaha atau pelaku utama di lapangan,” ucapnya.
Menurutnya, unit percontohan budidaya cacing sutra ini merupakan salah satu bukti capaian kegiatan percontohan penyuluhan. Ia berharap, penyuluh dapat mengembangkan percontohan penyuluhan lainnya yang tak kalah bermanfaat di daerah-daerah lainnya.
Kepala BPPP Tegal, Moch. Muchlisin, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa usaha budidaya cacing sutra memiliki prospek ekonomi yang menjanjikan. Budidaya ini dapat dilakukan dengan bahan yang murah, sedangkan kebutuhan pasar masih tinggi untuk mencukupi kebutuhan pelaku usaha perbenihan ikan air tawar terutama ikan lele dan untuk ikan hias. Selain itu harganya masih cukup bagus yaitu Rp40.000 – Rp60.000 per liter di tingkat petani pembudidaya.
“Untuk saat ini hasil produksi dipasarkan di dalam kelompok pelaksana percontohan yaitu Pokdakan Mina Taruna untuk memenuhi kebutuhan budidaya perbenihan ikan lele yang dilakukan oleh anggota kelompok. Namun ke depan dengan semakin berkembangnya pembenihan lele (sebagai salah satu program Dinas KP Kulon Progo) dan sedang maraknya budidaya ikan hias, maka kebutuhan cacing sutra sebagai pakan alami akan meningkat dan pasar cacing sutra akan semakin terbuka. Untuk bulan ini kami sudah menerima pesanan dari pembudidaya ikan hias, namun untuk sementara baru dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan pembenihan lele di sekitar lokasi percontohan,” jelas Muchlisin.
Untuk kelompok yang sudah dan akan melakukan kloning budidaya cacing sutra sistem apartemen ini adalah Kelompok Mina Bayu Lestari, yang beralamat di Pedukuhan Tonobakal, Desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo. Sedangkan kelompok yang akan melakukan kloning adalah Kelompok Fastamina yang berada di Pedukuhan Dukuh, Desa Karangsari, Kecamatan Pengasih, Kulon Progo.
Sumarjoko, Ketua Pokdakan Mina Taruna, Banjarharjo, Kalibawang mengatakan, sebelum pengembangan percontohan budidaya cacing sutra sistem apartemen ini, kelompoknya mengalami kesulitan mendapatkan pasokan cacing sutra sebagai pakan pembenihan lele mereka. Usaha mereka bahkan sempat vakum karena kesulitan pakan tersebut. Mereka juga sempat harus mendatangkan cacing sutra dari Kecamatan Mertoyudan, Magelang. Namun, jumlah yang diperoleh juga terbatas.
Hingga kemudian seorang penyuluh perikanan, Ibnu Budiono mengenalkan percontohan budidaya cacing sutra sistem apartemen ini. Dengan bantuan fasilitasi sarana prasarana dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan DPRD setempat serta BPPP Tegal, usaha Pokdakan Mina Taruna dapat berkembang.
“Sekarang kami mau mengembangkan secara berkelanjutan. Mudah-mudahan dengan bantuan sarana prasarana tersebut kami bisa mengelola dan juga mengembangkan usaha kami,” kata Sumarjoko.
Ia pun berharap, keberhasilan kelompoknya mengelola percontohan penyuluhan ini dapat membantu berkembangnya usaha perikanan di Kab. Kulon Progo. “Mudah-mudahan kami juga bisa bermanfaat buat masyarakat, mengurangi pengangguran di masyarakat Banjarharjo, Kab. Kulon Progo karena ternyata di sini masih banyak yang muda, masih semangat untuk berwirausaha,” tandasnya.
Sementara, Penyuluh Perikanan Kulon Progo, Ibnu Budiono mengatakan, budidaya cacing sutra sistem apartemen ini adalah alternatif lain budidaya cacing sutra yang biasa dilakukan di area persawahan. Perbedaannya, budidaya cacing sutra sistem apartemen menggunakan wadah budidaya yang disusun secara bertingkat dilengkapi dengan resirkulasi air sehingga meminimalisir penggunaan lahan dan air.
Adapun tahapan pembudidayaannya adalah penyiapan lahan dan pembuatan bak penampungan air; pembuatan rak budidaya dengan memakai kerangka besi baja ringan dengan lebar 1 meter, panjang 2 meter, dan tinggi 2,2 meter; pembuatan wadah atau box budidaya dari kayu yang dilapisi dengan plastik UV dengan ukuran 1m x 2m x 0,2 m (tiap rak apartemen terdiri dari wadah atau box sejumlah 5 tingkat); dan pembuatan sirkulasi air menggunakan pipa paralon (air dari penampungan diresirkulasi menggunakan pompa air yang akan bekerja 24 jam); serta pengecekan kualitas air media secara berkala.
Berikutnya adalah tahap fermentasi selama 7 hari; peletakan media di rak-rak budidaya; penebaran benih sebanyak ½ liter per m2 (untuk media budidaya seluas 100 m2 dibutuhkan sebanyak 60 liter); dan pemberian pakan pakan cacing sutra hasil fermentasi secara anaerob selama 7 hari (pemberian pakan dilakukan setiap hari sekali dengan jumlah 100 hingga 200 ml per m2).
“Panen pertama dilakukan setelah budidaya selama 2 hingga 2,5 bulan. Kegiatan panen dilakukan pada pagi atau sore hari ketika cacing naik ke permukaan. Panen selanjutnya dapat dilakukan setiap 6 hari sekali,” paparnya.
Perlu diketahui, percontohan budidaya cacing sutra sistem apartemen juga mendapat dukungan penuh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kulon Progo dalam pemenuhan kebutuhan pakan alami baik untuk perbenihan ikan maupun ikan hias. Bentuk dukungan tersebut berupa peminjaman alat untuk pengecekan kualitas air pada percontohan dan program pengembangan di kelompok lain. Selain itu, ada peran dari Lembaga Pengabdian Masyarakat Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM) berupa pendampingan dari kelompok dosen baik pada usaha perbenihan ikan lele maupun budidaya cacing sutra di lahan persawahan.