Pemberian Nama RSUD dr. M Thomsen Nias Mengingatkan Kita Pada Sejarah

Pendeta Tuhoni Telaumbanua, Ph.D/ Foto: Istimewa

dr. M Thomsen kembali ke Nias

Setelah masa Muratori (1940-1950), komunikasi antara RMG dan BNKP dimulai yakni pada awal tahun 1950. Pada saat itu, Ephorus BNKP dijabat oleh P. Atoföna Harefa. Pada awalnya kerjasama dimulai dengan mengirimkan buku Zinunö, kemudian mengutus tenaga penginjil dan kesehatan. Pada waktu itu, kepemimpinan BNKP sepenuhnya sudah ditangan Ono Niha, sehingga ketika staff RMG tiba di Nias, mereka hanyalah sebagai tenaga oikumenis yang membantu pengembangan pelayanan BNKP.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Berdasarkan kebutuhan, maka Ephorus Atoföna Harefa meminta kepada RMG untuk mengirim kembali Friedrich Dörmann, Alfred Schneider dan dokter Thomsen bersama isterinya. RMG menyambut baik permohonan tersebut sehingga tahun 1951, Friedrich Dörmann, Alfred Schneider dan Dokter Thomsen bersama isterinya tiba di Nias.

Setibanya di Nias tahun 1951, suami-istri Thomsen merupakan misionaris RMG pertama yang kembali lagi ke Nias. Tugas mereka adalah untuk membangun kembali pelayanan kesehatan dan sebuah rumah sakit di Gunungsitoli, yang dikenal dengan Rumah Sakit Lama (A. Schneider, ER segne unseren Eingang mit dem Evangelio’, in: In die Welt für die Welt, 1/8-9 (1965), hal. 160-161).

dr. M Thomsen Menjadi Pegawai Sipil Indonesia

Hal yang menarik adalah adanya perlakukan khusus pemerintah daerah kepada Thomsen dan isterinya. Walaupun mereka warga negara Jerman, mereka mendapat status sebagai pegawai sipil Indonesia, karena Thomsen ikut membantu di balai kesehatan milik Pemerintah Kabupaten Nias saat itu.

Seiring dengan tugas pelayanan kesehatan oleh Thomsen dan isterinya, pada tahun 1962 BNKP mendapatkan bantuan dari RMG dan Brot für die Welt untuk membangun sebuah rumah sakit di Gunungsitoli dan Hilisimaetanö, (yang diberi nama Rumah Sakit Lukas).

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali