Pencemaran Merkuri di Indonesia Capai 192,53 Ton Setiap Tahun

Suasana penambangan emas di Gunung Botak, Desa Wamsait, Kabupaten Buru, Maluku, Jumat (10/3). Kondisi Gunung Botak pada tahun 2017 sudah mengalami perubahan dari jumlah penambang yang menurun hingga 10 kali lipat. Foto: kumparan/ Aditia Noviansyah

Jakarta, Gempita.co – Pencemaran oleh merkuri di Indonesia berada pada titik yang sangat mengkhawatirkan.

Pasalnya, setiap tahunnya tak kurang  192,53 ton merkuri digunakan oleh para pengguna ilegal.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Umumnya, merkuri ini dipakai oleh para penambang emas ilegal skala kecil yang tersebar di seantero Indonesia.

Situasi mengkhawatirkan ini disampaikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong saat berbicara dalam forum webinar internasional bertajuk “Memerangi Perdagangan Merkuri Ilegal” yang digelar secara hybrid di Yogyakarta (18/6/2021) lalu.

Forum ini diinisiasi oleh Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjelang kepemimpinan Indonesia sebagai tuan rumah The Fourth Meeting of the Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata, November 2021 mendatang.

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jumlah lokasi penambangan ilegal untuk komoditas mineral sebanyak 2.645 lokasi, dimana lebih dari 85 persennya adalah tambang emas ilegal.

Estimasi jumlah penggunaan merkuri di satu lokasi mencapai 6,2 – 85,63 kg Hg/tahun sehingga kalau dijumlahkan, total penggunaan di seluruh Indonesia mencapai 13,94 –192,53 ton/tahun.

“Hal ini tentunya menjadi masalah yang sangat mengkhawatirkan,” ujar Alue.

Menurut Alue, perdagangan illegal merkuri, khususnya yang beredar di pertambangan emas rakyat, menjadi salah satu tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan pengurangan dan penghapusan merkuri.

“Pengurangan dan penghapusan merkuri di tingkat nasional dilaksanakan dalam kerangka Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN-PPM),” imbuhnya.

Lebih jauh Alue menerangkan, problem merkuri ini tidak hanya menjadi masalah bagi Indonesia tetapi sudah menjadi masalah global.

Saat ini Konvensi Minamata sudah diratifikasi atau ditandatangani oleh 131 Negara.

“Perdagangan merkuri ilegal sudah menjadi masalah global karena merkuri ini termasuk kategori bahan berbahaya beracun. Persoalan ini harus diatasi tidak hanya oleh satu Negara, tetapi oleh semua Negara yang sudah meratifikasi Konvensi Minamata tersebut, “kata  Alue.

Alue menjelaskan bahwa estimasi nilai perdagangan ilegal merkuri mencapai lebih dari USD200 juta per tahun atau mendekati PDB tahunan suatu negara. Disamping itu, terungkap jumlah pemakaian Merkuri pada produksi emas global mencapai 15 – 25 persen.

Emisi yang dikeluarkan oleh Merkuri berasal dari lebih 70 negara di dunia dengan angka 1400 ton per tahunnya. Selain itu, jumlah pelaku penambang emas skala kecil (PESK) secara global diestimasi sebanyak 10–19 juta orang termasuk 4–5 juta terdiri dari wanita dan anak-anak.

Sementara itu, Direktur Jenderal PSLB3, Rosa Vivien Ratnawati mengatakan bahwa Konvensi Winamata yang diadakan di Indonesia ini adalah konvensi pertama yang diadakan di luar Genewa.

Semula acara ini direncanakan pada bulan Oktober secara tatap muka di Bali, namun dikarenakan Pandemi Covid-19 masih berlangsung, maka diputuskan Konvensi Winamata diselenggarakan pada 1-5 November 2021 mendatang secara online. Jika keadaan pandemi membaik akan dilanjutkan kembali pada Bulan Maret, dari tanggal 19-25 Maret 2022 secara offline.

Vivien mengungkapkan, melalui Konvensi ini, Indonesia berharap dapat membangun dan memperkuat komitmen global dalam memerangi perdagangan ilegal merkuri.

“Kita punya slogan “Lets Make Mercury a History”. Mari kita buat merkuri itu menjadi sebuah sejarah, bersama-sama kita buat merkuri tidak ada lagi,” tegas Vivien.

Selain Indonesia, webinar ini diikuti pembicara dari perwakilan negara pihak dan organisasi internasional, diantaranya adalah perwakilan dari Burkina Faso, Meksiko, Singapura, Filipina, Sekretariat Konvensi Minamata, serta perwakilan GOLD-ISMIA UNDP.

Sumber: ATN

Kemenkumham Bali

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali