Penerimaan Pajak Negara Semester I-2021 Sebesar Rp680 Triliun

Tarif Pajak Hiburan
Ilustrasi

Jakarta, Gempita.co – Kementerian Keuangan dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR, M
mencatat total penerimaan pajak pada semester I-2021 adalah Rp 680 triliun.

Naik 8,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Jauh membaik dibandingkan semester I-2020 yang tumbuh -9,4% yoy.

Untuk penerimaan pajak saja (minus kepabeanan dan cukai), tercatat Rp 557,8 triliun. Tumbuh 4,9% yoy.

Menurut jenis pajak, hampir seluruhnya membukukan perbaikan. Masih ada yang terkontraksi (tumbuh negatif), tetapi lebih baik dibandingkan tahun lalu.

Misalnya Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang dibayarkan karyawan sepanjang semester I-2021 terkumpul Rp 76,3 triliun. Masih terkontraksi 0,1% yoy tetapi membaik ketimbang semester I-2020 yang -2,4% yoy.

Ini karena lapangan kerja mulai tercipta seiring ‘keran’ aktivitas publik yang kembali dibuka (reopening). Terlihat dalam survei yang dilakukan IHS Markit sebagai salah satu indikator dalam penentuan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur.

“Kondisi ketenagakerjaan relatif stabil pada Juni, karena perusahaan terus menambah jumlah tenaga kerja mereka meski pada kecepatan marginal,” sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Peningkatan yang impresif terjadi di Pajak Pertambahan Nilai (PPN) baik Dalam Negeri maupun Impor. Sepanjang semster I-2021, setoran PPN Dalam Negeri adalah Rp 126,2 triliun atau melonjak 11,1%. Sementara penerimaan PPN Impor adalah Rp 85,8 triliun, melonjak 20,9%.

PPN mencerminkan geliat transaksi, karena PPN hanya dibayarkan ketika terjadi transaksi. Jadi pertumbuhan PPN mencerminkan peningkatan permintaan baik di level dunia usaha maupun rumah tangga.

Hal ini terkonfirmasi dari data penjualan ritel. Setelah belasan bulan terkontraksi, penjualan ritel berhasi membukukan pertumbuhan positif dalam dua bulan terakhir.

Sedangkan menurut sektor, hampir seluruh sektor utama mengalami perbaikan dalam hal setoran pajak. Pajak dari industri pengolahan, perdagangan, serta informasi dan komunikasi sudah tumbuh positif.

Sektor komunikasi dan informasi membukukan pertumbuhan paling tinggi yaitu 15,8% yoy. Ini karena penggunaan perangkat komunikasi yang meningkat selama pandemi. Maklum, pandemi membuat rakyat terpaksa bekerja, belajar, dan beribadah di rumah dengan bantuan teknologi komunikasi-informasi.

Sektor perdagangan juga sudah mulai pulih, dengan pertumbuhan setoran pajak 11,4%. Penjualan ritel yang sudah tumbuh positif membuat sektor ini bangkit.

Namun ini adalah kondisi hingga akhir Juni. Kita semua tahu mulai 3 Juli pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali. Bahkan mulai 12 Juli, PPKM Darurat diperluas ke 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali.

PPKM Darurat mensyaratkan pekerja di sektor non-esensial dan non-kritikal 100% bekerja dari rumah. Kegiatan belajar-mengajar juga wajib dilakukan secara jarak jauh.

Kemudian pusat perbelanjaan alias mal tidak boleh beroperasi. Toko atau swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari masih boleh buka, dengan kapasitas pengujung maksimal 50% dan harus tutup pada pukul 20:00. Sementara restoran dan kafe hanya boleh melayani pesanan yang dibawa pulang (takeway) dan pesan-antar (delivery).

PPKM Darurat bertujuan mulia yaitu menurunkan angka penyebaran virus corona. Agar virus tidak semakin merajalela, aktivitas dan mobilitas masyarakat memang harus dibatasi.

Namun hanya yang harus dibayar untuk menyelamatkan nyawa ini sangat mahal. Ekonomi bakal ‘mati suri’, mengingatkan kepada apa yang terjadi pada kuartal II-2020 kala pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PPKM).

Gelagat menuju perlambatan aktivitas ekonomi sudah terlihat. Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen pada Juni 2021 adalah 107,4, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 104,4 sekaligus menjadi yang tertinggi sejak Maret 2020.

Namun BI memberi wanti-wanti karena pada Juli 2021 ada risiko IKK bakal mengalami koreksi. “Kondisi ini perlu terus dijaga dan dicermati sejalan PPKM Darurat guna mengatasi kenaikan Covid-19 di Indonesia,” sebut laporan BI.

Kalau IKK belum menunjukkan penurunan yang nyata, tidak demikian dengan PMI. Pada Juni 2021, PMI manufaktur Indonesia adalah 53,5, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 55,3.

“Pertumbuhan sektor manufaktur melambat pada Juni, sebagaimana ditunjukkan oleh survei IHS Markit PMI terbaru, dan mencerminkan pengaruh gelombang kedua Covid-19 terhadap sektor manufaktur Indonesia,” sebut Jingyi Pan, Direktur Ekonomi IHS Markit, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Apabila kasus positif corona tidak turun signifikan hingga 20 Juli, maka sangat mungkin PPKM Darurat akan dilanjutkan. Semakin lama kebijakan ini berlaku, maka semakin lama aktivitas ekonomi tiarap. Tentu ini akan berpengaruh ke penerimaan pajak.

Sumber: CNBC.com

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali