Jakarta, Gempita.co-Gelombang demonstrasi menolak UU Cipta Kerja atau Omnibus Law, karena dianggap merugikan masyarakat, membuat Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU) Said Aqil Sirajd ikut berkomentar. Menurutnya, upaya menarik investasi harus tetap mengedepankan perlindungan hak-hak pekerja.
“Upaya menarik investasi juga harus disertai dengan perlindungan terhadap hak-hak pekerja,”
ujar Said dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/10/2020).
Dikatakan Said, pemberlakuan pasar tenaga kerja fleksibel yang diwujudkan dengan perluasan sistem pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT) dan alih daya akan merugikan mayoritas tenaga kerja.
Karena, menurut dia, pekerja dengan kemampuan terbatas masih mendominasi. NU, lanjut Said, juga memahami kerisauan para buruh dan pekerja terhadap Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengubah beberapa ketentuan di dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Terutama terkait penghapusan jangka waktu paling lama tiga tahun bagi pekerja PKWT yang meningkatkan risiko pekerja menjadi pekerja tidak tetap sepanjang berlangsungnya industri.
“Pengurangan komponen hak-hak pekerja seperti uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian mungkin menyenangkan investor, tetapi merugikan jaminan hidup layak bagi kaum buruh dan pekerja,” ujarnya.
Lebih lanjut, Said juga menyayangkan proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru. Padahal, pembahasan rancangan UU Cipta Kerja yang mencakup 79 UU diperlukan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian dan partisipasi yang luas dari semua pihak.
Selain itu, Said juga menilai pengesahan UU Cipta Kerja terutama di masa pandemi Covid-19 dan menimbulkan penolakan dari masyarakat adalah bentuk praktik kenegaraan yang buruk.
“Di tengah suasana pandemi, memaksakan pengesahan undang-undang yang menimbulkan resistensi publik adalah bentuk praktek kenegaraan yang buruk,” tandasnya.