Jakarta, Gempita.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami adanya permintaan pengusulan penetapan anggota DPR RI dari caleg Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Pendalaman itu dilakukan melalui permintaan keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman yang diperiksa sebagai saksi.
Selain itu, penyidik juga mendalami terkait hubungan dan sejumlah pertemuan Arief dengan Harun Masiku, yang merupakan tersangka dalam perkara ini.
“Penyidik kembali mendalami keterangan saksi mengenai perkenalan dan pertemuan saksi dengan HM (Harun Masiku) dan adanya permintaan oleh WS (Wahyu Setiawan) kepada saksi untuk membahas mengenai pengusulan PAW dari caleg dari PDI-P,” kata Fikri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/2).
Dikabarkan sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman, mengaku pernah didatangi oleh Harun Masiku di ruangannya. Kedatangan itu, dimaksudkan agar KPU dapat menjalankan putusan uji materi atau judicial review yang dilayangkan partai berlambang moncong banteng itu ke Mahkamah Agung (MA).
“Ini ada putusan MA mohon bisa dijalankan ya. Saya sudah sampaikan kan kami sudah pernah menjawab surat itu,” kata Arief, sambil menirukan percakapan Harun, usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
Adapun putusan MA yang dimaksud Arief yakni terkait uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara pada 19 Juli 2019. Putusan itu, menyebutkan partai adalah penentu suara untuk menetapkan pengganti dari calon meninggal dunia.
“Saya sampaikan, (putusan MA) ini enggak bisa ditindaklanjuti. Karena tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pemilu,” papar Arief.
Dalam perkara itu, KPK telah menetapkan eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka. Dia diduga kuat telah menerima suap dari caleg PDI-P, Harun Masiku. Upaya itu dilakukan Harun untuk menjabat sebagai senator. Dalam memuluskan tunjuannya, Harun dibantu oleh dua kader PDI-P, yakni Agistiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.
Wahyu diduga meminta uang sebesar Rp900 juta kepada Harun untuk dapat memuluskan tujuannya. Permintaan itu dipenuhi oleh Harun. Kemudian pemberian uang dilakukan secara bertahap dengan dua kali transaksi, yakni pada pertengahan dan akhir Desember 2019.
Pemberian pertama, Wahyu menerima Rp200 juta dari Rp400 juta yang diberikan oleh sumber yang belum diketahui KPK. Uang tersebut diterimanya melalui Agustiani di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kedua, Harun memberikan Rp850 juta pada Saeful melalui seorang stafnya di DPP PDI-P. Saeful kemudian memberikan Rp150 juta kepada Dony Tri Istiqomah selaku advokat. Adapun sisa Rp700 juta diberikan kepada Agustiani, dengan Rp250 juta di antaranya untuk operasional dan Rp400 juta untuk Wahyu.
Namun upaya Wahyu menjadikan Harun sebagai anggota DPR RI pengganti Nazarudin tak berjalan mulus. Hal ini lantaran rapat pleno KPU pada 7 Januari 2020 menolak permohonan PDI-P untuk menetapkan Harun sebagai anggota lewat mekanisme PAW. KPU bertahan menjadikan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Meski demikian, Wahyu tak berkecil hati. Dia menghubungi Dony dan menyampaikan tetap berupaya menjadikan Harun sebagai anggita DPR. Pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta uang yang diberikan Harun kepada Agustini Tio Fridelina. Namun saat hendak menyerahkan uang tersebut kepada Wahyu, penyidik KPK menangkap Agustiani dengan barang bukti Rp400 juta dalam bentuk Dolar Singapura.