Perizinan Berusaha yang Rumit, Mendorong Perilaku Korupsi

Jakarta, Gempita.co – Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki menegaskan pentingnya pencegahan korupsi di sektor usaha khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai tulang punggung perekonomian nasional.

Saat menjadi pembicara kunci dalam Webinar Koalisi Anti Korupsi Indonesia “Korupsi dan Suap sebagai Faktor Penghambat Majunya Bisnis dan Industri dalam Skala Kecil, Menengah Besar dalam Ekonomi Indonesia” di Jakarta, Senin (30 /8),Teten amengatakan korupsi dapat mendistorsi pertumbuhan ekonomi khususnya di daerah pusat pemerintahan dan perekonomian.

Bacaan Lainnya

“Perizinan berusaha yang rumit dan memakan waktu lama masih menjadi tantangan besar dalam menciptakan iklim berusaha yang kondusif bagi UMKM. Hal ini rentan mendorong perilaku korupsi baik pemangku kebijakan maupun stakeholders terkait,” kata Teten.

Berdasarkan Indeks kemudahan berusaha/ease of doing business (EoDB), Indonesia berada di peringkat ke 73, kendala utama terkait pengurusan izin, pajak, pendaftaran aset serta pelaksanaan kemudahan ekspor (World Bank, 2021).

“Alhamdulillah, kemudahan dan pelindungan pelaku usaha telah didukung oleh Kerangka Kebijakan yang lebih komprehensif sebagaimana PP Nomor 7 Tahun 2021 (sebagai turunan dari UU Cipta Kerja), khususnya terkit perizinan usaha dan pendampingan NIB (Pasal 39-41) dan perizan usaha tunggal dan investasi (Pasal 43),” katanya.

Saat ini, hanya 2.688.343 pelaku UMKM yang terdaftar NIB sebagaimana data OSS pada 2021.

Teten menambahkan sebagai bagian dari upaya menyelamatkan UMKM di tengah pandemi, pihaknya mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk memastikan pengalokasikan 40% Pengadaan Barang dan Jasa untuk produk UMKM.

Secara nasional data transaksi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) dan Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) per tanggal 2 Agustus 2021, menunjukan bahwa realisasi Belanja Paket Usaha Kecil sebesar Rp 144,31 triliun atau 33 persen dari target Rp 446,96 triliun. Namun pencadangan pada RUP sudah mencapai Rp 311,50 Triliun atau 70 persen dari target alokasi. Teten pun optimistis target tahun ini dapat terlampaui.

Tercatat jumlah pelaku usaha kecil dalam sistem pengadaan secara elektronik sebanyak 173.265 pelaku (per 26 Juli 2021) dan UKM onboarding dalam Bela Pengadaan sebanyak 133.089 pelaku (per 25 Agustus 2021,LKPP).

“Proses pengadaan barang atau jasa rentan korupsi. Untuk itu penyelenggaraan pengadaan elektronik terus didorong agar berjalan secara lebih efisien, efektif, transparan, serta akuntabel,” tambahnya.

Teten menegaskan, pengadaan yang buruk akan meningkatkan biaya pembangunan, membuka peluang korupsi, penyedia yang tidak professional, sampai dengan produk yang tidak berkualitas.

Berdasarkan kajian dalam Stranas Pencegahan Korupsi (Stranas PK), penyebab korupsi pada Pengadaan Barang dan Jasa antara lain kelembagaan dan Sumber Daya Manusia yang kurang kompeten; peningkatan harga; terlalu banyak regulasi dan tumpang tindih; serta mekanisme pengawasan internal di semua lembaga belum cukup mapan.

“Terakhir, kita bertanggung jawab dalam mendorong dan menciptakan iklim usaha yang lebih baik lagi bagi para pelaku UMKM. Saya berharap sinergi dan kolaborasi terus kita perkuat sehingga melahirkan UMKM dan koperasi unggul dimasa depan,” tandas Teten.

Pos terkait