Jakarta, Gempita.co – Rencana pembentukan komite etika berinternet yang bertujuan untuk mendorong penataan di ruang digital yang lebih sehat, diumumkan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Jumat kemarin.
Sebelumnya juga marak diskursus pembentukan virtual police untuk mengawasi perilaku netizen di dunia maya.
Dalam konferensi pers virtual, Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengatakan pembentukan komite itu merupakan bagian dari arahan Presiden Joko Widodo 15 Februari lalu agar dunia maya Indonesia menjadi lebih “bersih, sehat, beretika, penuh sopan santun, bertata krama, produktif dan mampu memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.”
Johnny G. Plate juga menyebut hasil survei digital Microsoft yang menilai netizen Indonesia memiliki tingkat keberadaban (civility) yang rendah. Dari 32 negara yang disurvei, Indonesia ada di peringkat 29 atau yang terburuk di Asia Tenggara.
Tingkat keberadaban netizen ini diukur dari persepsi netizen terhadap risiko yang mereka dapatkan di dunia maya, misalnya dari penyebarluasan berita bohong atau hoaks, ujaran kebencian atau hate speech, diskriminasi, misogini, cyberbullying, trolling atau tindakan sengaja untuk memancing kemarahan, micro-aggression atau tindakan pelecehan terhadap kelompok marginal (kelompok etnis atau agama tertentu, perempuan, kelompok difabel, kelompok LGBTQ dan lainnya) hingga ke penipuan, doxing atau mengumpulkan data pribadi untuk disebarluaskan di dunia maya guna mengganggu atau merusak reputasi seseorang, hingga rekrutmen kegiatan radikal dan teror, serta pornografi.
Sementata pakar komunikasi dan digital media di Universitas Indonesia Dr. Firman Kurniawan mengatakan memahami rencana pembentukan komite etika berinternet ini karena “media digital, khususnya media sosial, hari-hari ini semakin tidak nyaman untuk berelasi atau menjadi bagian dari medium komunikasi.
Media sosial yang pada awalnya dirilis untuk memudahkan berkomunikasi, mencari informasi dan berbisnis misalnya, kini semakin lama lebih menonjolkan aspek bisnisnya.
Misalnya saja YouTube yang kini mendorong pengguna untuk memiliki subscriber yang banyak atau Twitter, Facebook, Instagram yang mendorong pengguna memiliki followers-nya sebanyak-banyaknya, yang kemudian akan menarik pemasang iklan dan menguntungkan kedua belah pihak, yaitu pemilik akun dan pengembang platform.
Platform media sosial ini lebih menonjolkan dimensi ekonomi sehingga berlomba-lomba menjadikan wahananya menjadi tempat menghasilkan uang, dan kadang-kadang dalam perlombaan itu terjadi kompetisi yang tidak sehat dan persoalan etika serta kenyamanan pengguna dilupakan.”
Survei Asosiasi Jasa Penyelenggara Internet Indonesia tahun 2020 menunjukkan ada 196,7 juta orang di Indonesia yang menggunakan internet, atau berarti 73,7 persen dari total penduduk.
Angka ini naik 8,9 persen atau sekitar 25,5 juta dibanding periode yang sama tahun lalu. Sebagian besar menggunakan internet untuk berselancar di media sosial dan berkomunikasi.
Sumber: berbagai sumber