Jakarta, Gempita.co – Budidaya lele sistem bioflok diyakini efektif sebagai sarana akselerasi ekonomi bagi masyarakat kelautan dan perikanan di tengah pandemi. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengungkapkan sejumlah keunggulan budidaya lele model ini.
“Keunggulan dari budidaya lele sistem bioflok, dagingnya yang enak, selain itu budidayanya tidak memerlukan lahan yang luas, tahan penyakit dan cepat besar, dan yang paling penting menguntungkan. Disamping itu juga komoditas lele menjadi salah satu komoditas utama perikanan Indonesia untuk program ketahanan pangan, makanya para pembudidaya di seluruh Indonesia banyak yang mengadopsi budidaya lele sistem bioflok ini,” ungkap Slamet.
Dia menjelaskan, KKP mendorong upaya pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan dalam negeri dalam rangka ketahanan pangan, salah satunya melalui program pengembangan budidaya lele sistem bioflok di berbagai daerah di Indonesia.
“Tahun 2020 ini sebanyak 421 paket budidaya lele atau nila sistem bioflok disampaikan ke masyarakat di 34 Provinsi, sementara di Kabupaten Pemalang mendapatkan 9 paket budidaya ikan lele sistem bioflok,” sambungnya.
Ke depan, dia berharap, program ini terus ditingkatkan dengan memberikan program bantuan langsung kepada pembudidaya di seluruh Indonesia, mengingat bantuan kegiatan bioflok merupakan suatu inovasi teknologi yang dilakukan melalui rekayasa lingkungan dengan mengandalkan suplai oksigen dan pemanfaatan mikroorganisme. Inovasi yang dikembangkan ini diyakini dapat menggenjot produktivitas budidaya hingga tiga kali lipat dibandingkan dengan budidaya sistem konvensional.
Slamet memaparkan, budidaya lele sistem bioflok bisa menekan konsumsi pakan, sehingga penggunaan pakan lebih efisien yang berimbas pada peningkatan margin keuntungan usaha berkisar Rp 2 ribu sd 3 ribu per kg ikan jika dibandingkan dengan budidaya lele sistem konvensional. Sementara di Pemalang sendiri malah bisa diperoleh margin Rp 4 ribu sd 5 ribu per kg ikan dari efisiensi pakan tersebut.
“Saya harapkan bantuan bioflok yang telah diberikan seperti di Kabupaten Pemalang ini dapat meningkatkan animo masyarakat lokal untuk melakukan usaha budidaya, sehingga terjadi peningkatan tingkat konsumsi makan ikan per kapita, utamanya untuk peningkatan gizi masyarakat sekitar. Selain itu sistem bioflok di pemalang ini dapat di scale up oleh masyarakat yang lain,” tambah Slamet.
Sementara itu, Kepala Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang, Ikhsan Kamil, menambahkan, budidaya lele dengan sistem bioflok adalah sebuah sistem pemeliharaan ikan lele dengan metode menumbuhkan mikroorganisme yang berfungsi sebagai pengolah limbah di media pemeliharan budidaya lele itu sendiri serta dapat membantu proses pencernaan sehingga metabolisme ikan lele dapat berjalan secara optimal.
Untuk menumbuhkan mikroorganisme tersebut dapat dipacu dengan mengkultur bakteri non patogen atau probiotik, serta menggunakan aerator dalam kolam untuk menyuplai oksigen sekaligus sebagai pengaduk air di dalam kolam.
“Budidaya sistem bioflok ini sangat menguntungkan dibandingkan teknologi konvensional, produktivitas bioflok bisa mencapai 5 hingga 6 kali lebih besar. Sehingga teknologi ini keunggulannya yaitu hemat lahan dan hemat air. Dimana dengan padat tebar benih ikan lele sebanyak 500 ekor/m3 di bak pemeliharan bulat diameter 3 meter, diharapkan produktivitas 250 kg/kolam/siklus, per siklus panen kurang lebih 3 bulan,” ujar Ikhsan.
Hal ini diamini oleh Ketua Kelompok Pembudidaya Lele Sistem Bioflok Tani Lele Mutiara, Pemalang, Jawa Tengah, Sukiswo. Dia mengatakan, keuntungan budidaya lele dengan bioflok, mudah perawatannya, bisa menghemat pakan pabrikan hingga 30 persen melalui pengelolaan mikroba yang menguntungkan selama masa pemeliharaan.
Kelompok yang mulai membudidayakan ikan lele secara tradisional sejak tahun 2015 ini juga mentargetkan hasil panen sebanyak minimal 2 kuintal per kolam bioflok dengan bimbingan teknis dari pemerintah.
“Saya sangat berterima kasih kepada KKP, bisa diberikan kesempatan dapat bantuan dan belajar budidaya lele sistem bioflok ini. Karena budidaya lele sistem bioflok ini lebih menguntungkan dari pola konvensional. Sehingga memperbaiki ekonomi saya dan anggota kelompok kami serta yang lainnya,” ujar Kiswo.
Senin lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim yang juga Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo mengunjungi kolam lele milik Pokdakan Mutiara. Kata Menteri Syahruk, budidaya lele sistem bioflok bisa menjadi akselerasi ekonomi kerakyatan di tengah Pandemi.
Pasalnya, lanjut Menteri Syahrul, budidaya sistem bioflok mampu memberikan keuntungan lebih bagi para pembudidaya. Terutama pembudidaya ikan skala kecil dan menengah.
Dengan ukuran lahan 1.000 m2 saja sudah ada harapan untuk meraih keuntungan tinggi selama mampu menguasai teknologinya.
“Hari ini saya melihat sendiri salah satu program Kementerian Kelautan dan Perikanan, yaitu budidaya lele sistem bioflok ternyata memang menguntungkan dan tidak harus memakan lahan dan biaya yang besar. Makanya budidaya lele sistem bioflok bisa jadi akslerasi ekonomi kerakyatan di daerah seluruh Indonesia,” ujar Menteri Syahrul di Pemalang, Senin (8/12) lalu.
Sumber: Humas Ditjen Perikanan Budidaya