Tangerang, Gempita.co – Pengadilan Negeri (PN) Tangerang mengabulkan gugatan Suherman Mihardja, SH, MH, terhadap Wijanto Halim Cs terkait perkara perdata No: 589/Pdt.G/2021/PN.Tng. Dalam putusannya tertanggal 17 Januari 2022, menghukum Wijanto Halim Cs untuk mengembalikan uang sebesar Rp8.723.658.340,- kepada Suherman Mihardja selaku pemilik tanah yang sah atas pembayaran uang ganti rugi pembebasan Jalan Toll JORR II Ruas Cengkareng -Kunciran.
Peter Wongsowidjojo, SH, selaku kuasa hukum Suherman Mihardja, menjelaskan atas perkara tanah tersebut. Kliennya adalah salah satu ahli waris dari almarhum Surya Mihardja yang telah membeli tanah milik Wijanto Halim sejak 1988 sesuai dengan Akta Jual Beli Nomor 708/JB/AGR/1988 dan Nomor 709/JB/AGR/1988 tertanggal 19 Desember 1988.
“Sesuai dengan C 2020 Persil 51.S.IV yang merupakan girik hasil penggabungan/peleburan atas 17 (tujuh belas) Girik-girk milik Wijanto Halim yang terdapat dalam 17 (tujuh belas) AJB atas nama Wijanto Halim tahun1978 yang kemudian digabung atau dilebur sejak 1981 menjadi C-2020 dan kemudian dijual ke orang tua pak Suherman Mihardja pada tahun 1988,” jelas Peter Wongsowidjojo, dalam keterangannya kepada wartawan, Selasa (8/2/2022).
Peter mengungkapkan, namun Wijanto Halim tidak mengakui adanya transaksi jual beli dengan almarhum Surya Mihardja. Ia malah melaporkan almarhum Surya Mihardja ke polisi atas dugaan tindak pidana membuat surat palsu/memalsukan surat (Pasal 263 ayat (1) KUHP), memakai surat palsu (Pasal 263 ayat (2) KUHP), dan penipuan (Pasal 378 KUHP) dan Penggelapan (vide Pasal 372 KUHP).
“Kemudian perkaranya telah bergulir di Pengadilan Negeri Tangerang dengan register perkara No.111/Pid.B/1992/PN.Tng tanggal 12 April 1993. Dalam putusannya, almarhum Surya Mihardja dibebaskan dari segala dakwaan yang didakwakan oleh Jaksa Penunut Umum dan berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung No. 866 K/Pid/1993 tanggal 10 Februari 1998, Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi Jaksa Penuntut Umum sehingga telah berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Peter menerangkan, dari ke-17 Akta Jual Beli (AJB) tersebut, di antaranya adalah AJB Nomor 348.A/AGR/1978, tanggal 2 Juni 1978, Kohir C Nomor 574, Persil 51 S.IV, yang dibeli dari Isah Jara (pemilik asal). Pada tanggal 1 November 1997, telah dimohonkan penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) oleh almarhum Surya Mihardja melalui Panitia Ajudikasi dengan meminjam nama Alm. H. Nasar Bin Nara, yang pada saat itu merupakan karyawan dari almarhum Surya Mihardja.
“Mengingat almarhum Surya Mihardja merupakan seorang pebisnis properti yang banyak membebaskan tanah, yang kemudian diatasnamakan anak dan isterinya, dan juga diatasnamakan karyawan kepercayaannya, karena pada saat itu adanya ketentuan peraturan yang membatasi seseorang memilik tanah maksimum 5 hektar dan asli atas sertifikat tersebut sampai saat ini masih dalam penguasaan klien kami,” ungkap Advokat muda ini.
Akui Lahan Bukan Miliknya
Seiring berjalannya waktu, lanjut Peter, tanah tersebut terkena proyek pembangunan Jalan Toll. Sehubungan rencana pembebasan tanah tersebut, kemudian Wijanto Halim mengaku tanah tersebut adalah miliknya yang berasal dari pembelian tanah milik Isah Binti Jarah berdasarkan Kohir/C atau Girik 574. Kemudian Girik/Kohir tersebut digabung/disatukan/dilebur menjadi Kohir/C Nomor 2020.
“Kemudian terjadi saling klaim sebagai pemilik sah atas bidang tanah yang terkena proyek pembangunan ruas Tol JORR II Cengkareng – Batuceper – Kunciran tersebut, sehingga Wijanto Halim bersengketa dengan ahli waris almarhum Nasar Bin Nara dengan saling melapor di Polres Kota Tangerang,” katanya.
Peter kembali menerangkan, keluarga almarhum H. Nasar Bin Nara sebelumnya mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat pengganti dari SHM No. 2164/Benda, Surat Ukur No. 1894/1998 yang dinyatakan hilang oleh almarhum H. Nasar Bin Nara ke Kantor Badan Pertanahan Kota Tangerang. Tanpa sepengetahuan kliennya, sehingga terbitlah sertifikat pengganti yaitu SHM No. 2164/Benda, Surat Ukur No. 1894/BENDA/1998 tanggal 30 Maret 1998, luas 2.175 M2.. Terdaftar atas nama Haji Nasar bin Nara tanpa sepengetahuan kliennya.
“Setelah sertifikat pengganti selesai, mereka saling mencabut laporan di Polres Kota Tangerang yang ditindaklanjuti perdamaian antara Wijanto Halim dengan para ahli waris almarhum Nasar bin Nara, yang mana akhirnya Wijanto halim menerima pembayaran ganti rugi atas tanah tersebut dengan alas hak AJB No. 348A/AGR /1978 tertanggal 2 Juni 1978, Kohir C 574. Padahal girik tersebut sudah dilebur/digabung sejak tahun 1981 menjadi girik baru yaitu C-2020 yang kemudian dibeli oleh almarhum Surya Mihardja pada tahun 1988,” bebernya.
Ia melanjutkan, atas proses perdamaian tersebut kliennya mengajukan keberatan ke Kantor Badan Pertanahan (BPN) Kota Tangerang atas rencana pembayaran uang ganti rugi tersebut. Pasalnya tanah tersebut adalah milik almarhum Surya Mihardja yang di atas namakan almarhum H.Nasar bin Nara dan sertifikatnya masih ada pada kliennya Suherman Mihardja.
“Diduga dibantu oleh oknum di BPN Kota Tangerang, sehingga Wijanto Halim mendapatkan uang ganti rugi atas tanah tersebut, yang kemudian dibagi sebagian kepada ahli waris Nasar bin Nara, yang jelas tanah itu dengan nyata-nyata bukan milik mereka. Maka dalam perkara tersebut kami memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Tangerang Cq Majelis Hakim perkara aquo, untuk menyatakan klien kami sebagai pemilik tanah yang sah atas SHM No:2164/Benda, Surat Ukur No. 10.25.06.01.01894/1998 tanggal 24 Februari 1998, seluas 2.462 M2,” paparnya.
“Terdaftar atas nama H.Nasar Bin Nara, yang berasal dari pembelian tanah milik Isah Binti Jarah berdasarkan Kohir/C atau Girik 574, yang kemudian Girik/Kohir tersebut digabung/disatukan/dilebur menjadi Kohir/C Nomor 2020 serta menghukum Wijanto Halim bersama ahli waris almarhum Nasar Bin Nara untuk bersama-sama mengembaikan uang pembayaran ganti rugi JORR II ruas Cengkareng-Batuceper-Kunciran kepada Klien kami,” tambah Peter.
Ia menuturkan, kliennya sudah bersengketa dengan Wijanto Halim sejak 1990 hingga sekarang, dan semua dimenangkan oleh kliennya baik secara pidana, perdata, PTUN serta Praperadilan dan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dengan kemenangan kliennya Suherman Mihardja.
Menurut Peter, Wijanto Halim selalu dengan akal liciknya sebagaimana dalam kasus ini, terlihat jelas masih dengan masih mengakui tanah milik kliennya. Modusnya dengan menggunakan girik yang sudah mati karena dilebur/digabung menjadi girik baru sejak 1981 atas nama Wijanto Halim demi mendapatkan uang ganti rugi pembebasan Jalan Toll JORR.
“Dengan tipu dayanya, diduga dibantu oknum Kantor BPN Kota Tangerang serta membujuk atau merayu ahli waris almarhum Nasar bin Nara untuk mengakui bahwa tanah itu milik almarhum Nasar Bin Nara, sehingga berakhir perdamaian dan membagi uang hasil pembayaran ganti rugi pembangunan Jalan Toll JORR II Kunciran tersebut,” pungkasnya.