Jakarta, Gempita.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Februari 2021
telah resmi menetapkan PP No. 7 tahun 2021 sebagai turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
PP tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian dan pengembangan usaha guna meningkatkan kapasitas dan daya saing koperasi dan UMKM.
“Setelah PP tersebut diundangkan, Kementerian Koperasi dan UKM berkewajiban untuk menyosialisasikan PP tersebut kepada berbagai pihak,” kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (Sesmenkop UKM) Arif Rahman Hakim, pada acara Forum Tematik Bakohumas Kementerian Koperasi dan UKM bertajuk PP No.7 tahun 2021 Memberikan Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan bagi Koperasi dan UMKM, di Jakarta, Rabu (24/3).
Tujuan sosialisasi, lanjut Arif, agar berbagai aturan yang dimuat dalam PP dapat dimanfaatkan dengan optimal, baik oleh koperasi dan UMKM, maupun oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, serta Dinas yang membidangi Koperasi dan UKM.
Menurut Arif, sosialisasi tersebut tak dapat berjalan secara optimal jika hanya dilaksanakan KemenkopUKM. “Oleh karena itu, dibutuhkan kolaborasi dan kerja bersama berbagai pihak agar sosialisasi PP tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal,” ujar Arif.
Melalui Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas), Arif meyakini bahwa sosialisasi dapat berjalan dengan lebih baik melalui program masing-masing K/L, baik pemerintah pusat maupun daerah dengan memanfaatkan fungsi kehumasan dan jaringan informasi yang ada.
Arif menjelaskan, PP No. 7 Tahun 2021 memuat berbagai aturan kebijakan pada aspek kemudahan pendirian usaha, perizinan, fasilitasi, akses pembiayaan, akses ke rantai pasok, hingga akses pasar bagi koperasi dan UMKM.
Hal tersebut, imbuh Arif, diimplementasikan ke dalam berbagai program dan kegiatan pemerintah. Di antaranya, pemberian kapasitas tempat usaha dan biaya sewa yang hanya sebesar 30 persen dari harga sewa komersil kepada pelaku UKM, alokasi 40 persen pengadaan barang dan jasa pemerintah bagi Koperasi danUKM, hingga dukungan 30 persen alokasi pada infrastruktur publik seperti rest area jalan tol, bandara, dan stasiun bagi koperasi dan UMKM untuk mengembangkan dan mempromosikan usahanya.
“Lebih dari itu, tercatat juga adanya kemudahan pendirian koperasi, kemitraan UKM dengan usaha besar, kemudahan mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB), dan sebagainya,” jelas Arif.
Dengan disahkannya PP tersebut, salah satu prioritas Kementerian Koperasi dan UKM adalah penyusunan data tunggal yang akurat by name by address, yang dalam penyusunannya akan berkolaborasi dengan Badan Pusat Ststistik (BPS) serta bekerja sama dengan lintas K/L dalam pengelolaannya. Kerja sama tersebut akan dituangkan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) sehingga mendapatkan afirmasi dari setiap K/L terkait.
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Koperasi dan UKM Luhur Pradjarto menambahkan, dalam PP ini banyak termuat pasal-pasal yang memberikan kemudahan atau keringanan bagi koperasi dan UMKM. Salah satunya adalah Pasal 3 terkait dengan pendirian koperasi.
“Jelas dituliskan bahwa untuk mendirikan sebuah Koperasi Primer hanya dibutuhkan orang paling sedikit 9 orang. Sementara dulu untuk mendirikan koperasi dibutuhkan orang hingga puluhan dengan proses yang ribet,” kata Luhur.
Kemudian, Pasal 19 terkait dengan perlindungan bagi koperasi di mana pemerintah pusat dan Pemda bisa menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan oleh koperasi, serta menetapkan bidang dan sektor usaha di suatu wilayah.
Dengan begitu, lanjut Luhur, tidak ada tumpang tindih usaha dengan badan usaha lain di suatu wilayah sama. Yang diperbolehkan adalah sinergi dan kolaborasi usaha.
“Dalam PP ini juga memberikan kemudahan bagi pelaku koperasi untuk bisa melakukan RAT (Rapat Anggota Tahunan) secara daring. Jadi, tidak perlu lagi repot-repot harus tatap muka yang membutuhkan banyak biaya,” jelas Luhur.
Naik Kelas
Sementara itu, Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan bahwa PP tersebut merupakan jalan kemudahan bagi koperasi dan UMKM untuk naik kelas dan mendapatkan posisi yang setara dalam sistem perekonomian nasional.
“Termasuk di dalamnya mencakup aspek perlindungan dan kemudahan bagi pelaku koperasi dan UMKM,” kata Budimanta.
Budimanta mencontohkan di Jepang, di mana tercipta kemitraan antara usaha kecil dan besar. Pola tang sama bisa dilakukan di Indonesia.
“PP ini merupakan jalan untuk memberikan kue lebih besar bagi koperasi dan UMKM. Bahkan, ini juga diatur dalam rencana pembangunan jangka menengah,” imbuhnya.
Budimanta menegaskan, UU Cipta Kerja dan PP No. 7 yang mengatur secara khusus ini memberikan jalan kemudahan dan akses yang lebih cepat sehingga target dalam RPJMN dapat tercapai.
“PP ini banyak memberikan kemudahan bagi UMKM naik kelas,” tegas Budimanta.
Budimanta menambahkan, kegiatan usaha dari UMKM bisa menjadi jaminan Kredit Program, bukan hanya dalam bentuk kolateral fisik, tapi bisa dilihat kelayakan usahanya.
“Selama feasible, mereka bisa mendapatkan dukungan pembiayaan seperti KUR,” tandas Budimanta.
Bahkan, dalam PP itu juga diatur mengenai skema pembayaran terhadap kemitraan usaha kecil dan besar.
“Misalnya, ada UKM menjadi supplier bagi industri besar, itu pembayaran diatur seberapa lama,” tukas Budimanta.
Budimanta berharap, di level operasional dan implementasi, PP No. 7 ini perlu didukung bukan hanya di level KemenkopUKM.
“Level operasionalisasi ini juga butuh komitmen bersama, termasuk dari Pemda. Tanpa itu tidak akan bisa, karena UMKM itu tempatnya di daerah,” pungkas Budimanta.