Yangon, Gempita.co – Di kota terbesar, Yangon, kerumunan orang menggelar unjuk rasa dan meneriakkan “diktator militer, gagal, gagal! Demokrasi, menang, menang!”
Polisi anti huru hara, yang dilengkapi perisai, telah memblokir jalan utama menuju pusat kota
Pada hari Sabtu (06/02), para pengunjuk rasa — termasuk pekerja pabrik dan mahasiswa — menyerukan agar penguasa militer membebaskan orang-orang yang ditahan, termasuk pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Mereka berbaris melalui jalan-jalan di Yangon ketika bus-bus kota membunyikan klakson untuk mendukung aksi tersebut.
Polisi anti huru hara, yang dilengkapi perisai, telah memblokir jalan utama menuju pusat kota.
Warga yang tidak terlibat unjuk rasa memberikan hormat dengan mengacungkan tiga jari, yang menjadi simbol pembangkangan terhadap rezim otoriter di wilayah tersebut.
Para pendemo memberikan sekuntum bunga mawar dan botol air minum kepada aparat polisi, seraya menyerukan agar mereka mendukung rakyat, dan bukan rezim baru.
“Kami di sini untuk berjuang demi generasi kami berikutnya, untuk membebaskan mereka dari kediktatoran militer,” kata seorang perempuan dalam aksi unjuk rasa kepada AFP. “Kita harus mengakhirinya sekarang.”
Sementara itu, seorang akademisi Australia, yang merupakan penasihat ekonomi Suu Kyi, ditahan di Yangon.
Sean Turnell mengatakan kepada BBC bahwa dia telah dikurung di hotelnya dan tidak tahu akan dikenakan tuduhan apa.
Sebelumnya, sejumlah dosen dan mahasiswa universitas juga berkumpul di Yangon, Jumat (05/02), untuk menunjukkan dukungan kepada pemimpin yang ditahan, Aung San Suu Kyi, dan anggota senior lainnya dari partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).
Suu Kyi sedang menjalani tahanan rumah, menurut pengacaranya. Dokumen polisi menunjukkan dia dituduh secara ilegal mengimpor dan menggunakan peralatan komunikasi – walkie-talkie – di rumahnya di Nay Pyi Taw.
Sumber: BBC.com