Ribuan Warteg Se-Jabodetabek Bisa Terancam Bangkrut jika PPKM di Perpanjang

Warteg gratis ini diharapkan bisa membantu para pekerja yang penghasilannya tidak menentu, selama masa darurat corona.(Foto: Ilustrasi/net)

Gempita.co- Ledakan kasus COVID-19, memaksa pemerintah menarik rem dengan memberlakukan PPKM Darurat. Pembatasan aktivitas masyarakat hingga 20 Juli 2021 ini dikhawatirkan akan semakin memukul dunia usaha.

Warteg termasuk usaha yang turut terpukul langsung kebijakan tersebut. Usaha warung makan murah yang banyak digeluti perantau dari Tegal ini sebagian besar terancam kehilangan pemasukan.

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Ketua Koordinator Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni, menyatakan sejak pandemi merebak sampai saat ini, setengah dari warteg di kawasan Jabodetabek sudah terpaksa tutup.

Ia lebih khawatir lagi, bila kebijakan PPKM Darurat rupa-rupanya tak cuma sampai tanggal 20 Juli 2021. Jika pembatasan ini berlanjut, setidaknya jumlah warteg yang bangkrut akan naik 25 persen lagi. “Saya punya prediksi kalau kondisi ini (PPKM Darurat) diperpanjang, hampir 75 persen bangkrut,” jelas Mukroni, dikutip dari kumparan, Rabu (7/7/2021).

Berdasarkan data asosiasinya, jumlah warteg di Jabodetabek mencapai 50 ribu. Setengah dari total tersebut sudah lebih dulu tutup. Artinya bila yang terdampak bertambah 25 persen, sebanyak 37.500 warteg di Jabodetabek yang bakal gulung tikar.

Tanda-tanda kebangkrutan ini pun sudah mulai terjadi dengan kian turunnya omzet harian. Dengan hanya 25 persen pekerja yang diperbolehkan berangkat ke kantor, dalam kurun waktu 5 hari ini paling tidak pengusaha warteg kehilangan omzet minimal 75 persen per harinya.

Terlebih lagi apabila tidak ada keringanan dari segi beban operasional, mulai dari tagihan listrik, air, hingga sewa toko. Pengusaha bakal lebih keberatan.

Belum lagi biaya modal yang turut mengalami kenaikan di tengah pembatasan. Menurut Mukroni, penyekatan membuat biaya distribusi dan transportasi barang kebutuhan pokok juga mengalami kenaikan. “Sekarang kalau tidak ada solusi dari pemerintah misal insentif, terus teman-teman yang KO karena kredit macet tidak diatasi, ya semakin pudar harapan kami kayak nyanyian Koes Plus,” pungkasnya.

Dari sisi jaring pengaman buat meringankan beban pengusaha warteg pun, Mukroni menyatakan bantuan seperti BLT UMKM belum menyentuh mereka. Padahal, warteg jelas-jelas bisnis kelas usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Menurutnya, persentase anggota pengusaha warung makan murah meriah ini yang sudah mendapatkan bantuan tak sampai 10 persen. “Hampir enggak tersentuh lah, ada kan tapi kan tidak sampai 50 persen berarti tidak tersentuh. Kalau cuma 5 atau 10 persen dari jumlah ini kan tidak tersentuh,” tuturnya.

“Pemerintah memperhatikan usaha, galang koperasi, kebersamaan. BUMN yang bergerak di ekonomi, jangan cuma hanya menyelamatkan diri sendiri,” sambungnya menyatakan harapan untuk pemerintah.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali