Jakarta, Gempita.co – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2021 dan 2022 sudah melalui pertimbangan dengan melihat perkembangan domestik maupun global.
Termasuk potensi risiko yang akan muncul dan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini maupun tahun depan.
“Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2021 dan 2022 yang disampaikan pemerintah, mencerminkan optimisme ke arah dan momentum pemulihan ekonomi serta akselerasi pertumbuhan ekonomi. Meskipun masih ada risiko ketidakpastian yang masih tinggi, akibat pandemi,” kata Menteri Keuangan saat menyampaikan tanggapan pemerintah terhadap pandangan fraksi dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2022 dalam sidang paripurna DPR RI, Senin (31/5/2021).
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun 2021 di kisaran 4.5-5.3 persen, serta proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022 di kisaran 5.2-5.8 persen. Menurut Menkeu, trend pemulihan ekonomi saat ini semakin kuat, dengan melihat perkembangan berbagai leading indicators yang mengalami peningkatan.
Antara lain indeks keyakinan konsumen yang berada di level diatas 100 melebih level sebelum pandemi, indeks penjualan ritel terus meningkat lebih dari dua digit, serta PMI manufaktur yang mencatatkan ekspansi 6 bulan berturut turut, dan konsumsi listrik industri mupun bisnis juga tumbuh dua digit di zona positif pada April 2021.
Selain itu, pantauan kasus covid pasca idul Fitri menunjukkan angka kasus harian yang terkendali.
“Kesadaran masyarakat menerapkan protokol kesehatan akan mampu meredam potensi meningkatnya kasus harian covid 19, yang biasanya terjadi pasca libur panjang. Dengan adanya program vaksinasi diharapkan sudah dapat membentuk herd immunity pada triwulan I tahun 2022. Sehingga aktivitas sosial dan ekonomi kembali normal seperti sebelum pandemi, bahkan diharapkan aktivitasnya meningkat lebih tinggi,” papar Sri Mulyani
Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan, lanjut Menkeu, sejalan dengan asessment dari berbagai lembaga internasional seperti Bank Dunia, ADB, OECF, dan IMF.
Assesment dari lembaga-lembaga tersebut terhadap perekonomian Indonesia bervariasi dalam rentang 4.3 hingga 4.9 persen untuk tahun 2021. Dan di rentang 5.0-5.8 untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2022.
Meskipun momentum pemulihan ekonomi membuat optimis, masih ada potensi risiko yang mungkin terjadi yang harus diantisipasi seiring pemulihan ekonomi global, yang bersumber dari lingkungan eksternal akibat masih tingginya ancaman pandemi Covid-19.
“Risiko itu berupa pemulihan ekonomi global diperkirakan tidak seragam, akses vaksin yang cendrung timpang, dan kemampuan negara melakukan belanja counter cyclical stimulus sangat beda-beda,” jelas Menkeu.
Bagi Indonesia, juga perlu mengantisipasi keberlanjutan proses rebalancing ekonomi Tiongkok, sebagai ekonomi nomor 2 di dunia. Karena hal tersebut akan mempengaruhi fluktuasi harga komoditas dan memberikan dampak negatif pada seluruh ekonomi dunia.
Di sisi lain, kondisi geopolitik yang mengadopsi kebijakan proteksionisme, tensi geopolitik dalam perdagangan global, dan isu perubahan iklim juga menjadi faktor eksternal yang harus diwaspadai.
“Risiko ini harus dimitigasi oleh kebijakan yang sifatnya antisipatif .Untuk jangka pandek, langkah antisipasi yang dilakukan Indonesia adalah memastikan penanganan pandemi dan vaksinasi berjalan efektif serta memulihkan ekonomi agar lebih cepat.
Meningkatkan daya saing, produktivitas dan kepercayaan investor melalui reformasi sturuktural dengan terus membangun perekonomian dengan yang bernilai tambah, yang makin kompetitif dan mendorong diversifikasi ekspor baik komoditas maupun destinasi mitra dagang,” pungkas Sri Mulyani