Gempita.co – Draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), menurut Dewan Pers Indonesia, terdapat 14 pasal yang berpotensi melemahkan atau mengancam kebebasan pers di negeri itu.
Dewan Pers Indonesia telah menyampaikan secara langsung ke-14 pasal yang mengancam kebebasan pers tersebut kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI, Mahfud MD.
Ketua Dewan Pers Indonesia, Prof Azyumardi Azra mengatakan pihaknya telah mengajukan usulan 8 klaster pasal RKUHP yang dinilai bermasalah yang berkaitan dengan kebebasan pers pada 2018. Namun, masukan Dewan Pers Indonesia dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali dalam draf tersebut.
Karena itu, dalam draft RKUHP yang sekarang, Dewan Pers Indonesia kembali menyampaikan 14 pasal yang dinilai mengancam atau melemahkan kemerdekaan pers di Indonesia.
“Dalam draf sekarang ini, justru ada 9 klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi. (Sebanyak) 14 (pasal) di antaranya berkaitan dengan kemerdekaan pers,” kata Azyumardi Azra dalam keterangannya yang disiarkan melalui website resmi Dewan Pers yang dikutip, Jumat (29/7/2022).
Menurut Prof Azyumardi, Dewan Pers Indonesia sudah bertemu dengan konstituen dan para pemangku kepentingan lainnya untuk membahas ke-14 pasal tersebut. Tidak hanya itu, Dewan Pers Indonesia juga sudah menggelar pertemuan dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang dipimpin oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof Edward Omar Sharif Hiariej beserta tim perumus pada pekan lalu.
“Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD. Dewan Pers bekerja cepat, hari Kamis (28/7/2022) ini juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung, Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain,” terang Azyumardi Azra.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Azyumardi, Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Ngandro berpendapat pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers Indonesia juga minta supaya pasal-pasal bermasalah dirumuskan kembali.
Sementara itu, Anggota Dewan Pers Indonesia, Arif Zulkifli mengungkapkan berdasarkan draf RKUHP yang sekarang, pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap.
“Pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara,” ujar Arif Zulkifli.
Arif mengkhawatirkan jika pasal-pasal tersebut tidak dihapus maka akan terjadi self censorship yang tinggi terhadap media.
“Ini adalah berbahaya bagi kelangsungan hidup pers dan masyarakat di Indonesia,” tegas Arif Zulkifli.
Sedangkan anggota Dewan Pers Indonesia, Ninik Rahayu menerangkan masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap, pasal yang tak seharusnya ada bisa dikeluarkan.
“Intinya adalah reformulasi,” ujar Ninik Rahayu.
Hal senada juga diungkapkan anggota konstituen Dewan Pers Indonesia Sasmito Madrim. Ia meminta RKUHP tidak perlu buru-buru diberlakukan karena masih memerlukan masukan dari masyarakat dan penyempurnaan pasal-pasal yang dinilai melemahkan kebebasan pers.
“Secara prinsip Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia tidak menolak RKUHP itu. Tetapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan sehingga tidak buru-buru diberlakukan,” tutur Sasmito Madrim.
Seperti diketahui, Menko Polhukam Mahfud MD telah bertemu dengan Dewan Pers Indonesia di Kantor Kementerian Koordinator Polhukam, Jakarta, Kamis (28/7/2022). Pertemuan tersebut membahas draf RKUHP sebelum nantinya akan disahkan oleh pemerintah.
Dalam pertemuan tersebut, Mahfud MD didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo. Sedangkan Ketua Dewan Pers Indonesia, Prof Azyumardi Azra didampingi oleh Wakil Ketua Dewan Pers M Agung Dharmajaya. Turut mendampingi, anggota Dewan Pers Indonesia diantaranya, Arif Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, dan A Sapto Anggoro serta anggota konstituen Dewan Pers Sasmito Madrim.
Sumber: ATN