Jakarta, Gempita.co – Tarif baru Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 12,5% yang diterapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada Februari ini. Membuat sebagian konsumen rokok pabrikan beralih ke rokok murah atau linting dewe (tingwe), sejak tersiar kabar kenaikan tarif CHT sejak Desember 2020 lalu.
Eko Kunarso seorang pedagang tembakau asal Kabupaten Pati, Jawa Tengah mengaku penjualan tembakau dagangannya meningkat hingga 80%. Ia memperkirakan, peminat tembakau untuk keperluan tingwe akan terus bertambah.
“Prospeknya sangat bagus, penjualan meningkat tajam kurang lebih 70-80% meningkatnya. Karena adanya kesadaran masyarakat bahwa tembakau lebih murah,” ujarnya dikutip Gatra, Selasa (2/2).
Tingginya permintaan akan tembakau, paling banyak dikatakannya berasal dari pasar daring. Peminatnya sendiri tidak hanya didominasi pasar domsetik saja, tetapi juga merambah negeri tetangga seperti Malaysia.
“Sangat terbantu dengan adanya media sosial (medsos), jadi penjualan bisa maksimal. Sementara kios luring rencana kedepan akan buka cabang di Lasem, Kabupaten Rembang,” ungkap pria yang sudah berbisnis tembakau sejak 2 tahun lalu itu.
Disebutnya, ada sebanyak 30-an jenis tembakau yang dijual di tokonya, baik secara grosir maupun ecer. Mulai dari tembakau original, iris, hingga flavour. Harganya sendiri bervariasi mulai dari 150 ribu hingga jutaan rupiah per kilogram.
“Kita jualnya tembakau-tembakau berkualitas terbaik dari petani seluruh Indonesia. Niat kita selain berjualan, juga membantu petani tembakau secara langsung. Kesamarataan lah, sehingga enggak didominasi cukong besar. Biasanya harga tembakau naik, tapi dari petani dibeli murah oleh mereka,” bebernya.
Warga Desa Kajar RT 04/RW 03, Kecamatan Trangkil itu menambahkan, peminat tembakau saat ini didominasi oleh kalangan anak muda atau dewasa awal. Meski tidak sedikit pelanggannya dari rentang dewasa awal, madya, akhir, hingga senja.
“Pelanggan anak muda kebanyakan, atau milenial. Mereka cenderung menggandrungi tembakau yang soft seperti Lombok dan flavour,” ungkap pria berusia 35 tahun itu.
Sementara itu, peminat tingwe, Kusminda menyebut telah beralih ke rokok tingwe sejak tiga tahun silam. Ia beralih ke tingwe lantaran harga rokok pabrikan terus merangkak naik.
“Beli tembakau Rp25.000 dapat 1 ons, itu bisa dipakai selama seminggu kadang lebih. Jika saya belikan rokok dengan harga yang sama, hanya dapat satu bungkus, habis satu hari saja. Saya lebih suka tembakau original,” tuturnya warga Pati Kota itu.