Gempita.co – Pemerintah Kota Padang telah “kecolongan” dan “sangat ceroboh”, sehingga bangunan Rumah Singgah Soekarno terlanjur dirobohkan.
Demikian penilaian Arkeolog Dwi Cahyono,”“Semestinya (rencana merobohkan) itu terpantau lewat perizinan. Seharusnya tidak sampai kecolongan, penghancuran bangunan kan tidak tiba-tiba, tidak seperti dijatuhi bom yang langsung ambyar. Kenapa teman-teman di Padang tidak jeli?” kata Dwi.
Sebagai bangunan cagar budaya, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 telah mengatur bahwa tindakan yang mengubah bentuknya harus melewati mekanisme perizinan berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya (TACB).
Hal senada dikatakan, sejarawan Fikrul Hanif Sofyan, menyayangkan rumah tersebut dirubuhkan.
Menurutnya, itu menunjukkan minimnya kepedulian dan pengawasan pemerintah terhadap bangunan cagar budaya.
Rumah tersebut menjadi saksi dari pergerakan awal Sukarno setelah dia bebas dari pengasingan Belanda di Bengkulu pada 1942.
Momen itu berawal ketika Belanda mulai terdesak oleh kehadiran tentara Jepang yang mulai menguasai wilayah Sumatra.
“Ketika Jepang merangsek masuk ke Sumatra, Belanda panik, khawatir kalau Bung Karno jatuh ke tangan tentara Jepang akan sangat berbahaya karena punya peran penting dalam menyatukan pergerakan,” kata Fikrul.
Pada 2018, Fikrul menyebut pernah membahas rumah itu dengan Mahyeldi, Wali Kota Padang pada saat itu, yang kini menjabat sebagai Gubernur Sumatra Barat.
Pada saat itu, pemerintah Kota Padang dia sebut ingin membeli rumah tersebut ketika mendengar kabar bahwa rumah tersebut akan dijual.
“Pemkot waktu itu ingin membeli dengan alasan rumah itu adalah rumah bersejarah dan bagian dari cagar budaya, tapi saya enggak tahu setelah itu bagaimana, apakah ada tindak lanjut,” kata dia.
Sumber: BBCnews.