Gempita.co – Joe Biden yang dipastikan menang dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat pada Sabtu kemarin, ternyata empat negara terkemuka belum beri selamat atas kemenangannya.
Seperti Rusia, Senin kemarin, mengatakan menunggu pengumuman hasil resmi pemilihan presiden Amerika Serikat sebelum mengomentari hasilnya.
Dikutip dari Reuters, dalam pemungutan suara, Presiden Rusia, Vladimir Putin tutup mulut dan tak mau buka suara terkait dukungannya ke salah satu kandidat.
Putin tak menyukai retorika anti-Rusia Biden, tetapi menyambut komentarnya tentang pengendalian senjata nuklir. Putin juga membela putra Biden, Hunter, dari kritikan Trump.
Berbicara kepada wartawan melalui telepon konferensi, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan pada Senin ini bahwa Moskow menganggap lebih baik sekarang menunggu sebelum memberi selamat kepada siapa pun yang memenangkan kursi presiden Amerika.
“Kami kira pantas menunggu penghitungan suara resmi,” kata Peskov.
Ditanya mengapa pada tahun 2016 Putin segera memberi selamat kepada Trump setelah dia memenangkan Electoral College dan mengalahkan pesaingnya dari Demokrat Hillary Clinton, Peskov mengatakan ada perbedaan yang jelas kali ini.
“Anda bisa lihat ada prosedur hukum tertentu yang sudah diumumkan oleh presiden saat ini. Itu sebabnya situasinya berbeda dan oleh karena itu menurut kami pantas menunggu pengumuman resmi,” kata Peskov.
Kremlin mencatat pengumuman gugatan hukum Trump terkait dengan pemungutan suara kali ini.
Bukan hanya Kremlin yang bungkam dan bersabar hingga hasil resmi dikeluarkan. Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador pun menyatakan hal serupa.
Dia mengatakan tidak akan memberi selamat kepada Biden atas kemenangannya sampai semua tantangan hukum yang diajukan Trump diselesaikan.
Dilansir Aljazera, Lopez Obrador mengatakan pada sesi konferensi pers bahwa dia akan menahan diri sampai “semua masalah hukum [terkait dengan pemilihan] diselesaikan. Kami tidak ingin sembrono”.
Presiden Meksiko menambahkan bahwa negaranya memiliki hubungan yang baik dengan Biden dan Presiden Trump, karena dia menghormati siapa pun pemimpin yang menjabat karena “sangat menghormati kami”.
Begitu juga dengan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro. Presiden yang disebut sebagai penduplikat gaya Trump yang konfrontatif dalam memimpin dan juga salah satu pemuja Trump juga tak mau mengucapkan selamat kepada Biden. Bahkan selama pemilihan berlangsung Bolsonaro juga terlibat perselisihan dengan Biden.
Ketika itu Biden mengatakan selama debat pertamanya dengan Trump bahwa AS perlu mendorong Brasil untuk melindungi hutan hujan Amazon dengan lebih baik, Bolsonaro menyebut pernyataan itu sebagai “bencana”.
“Sayang sekali, Tuan John Biden!” katanya.
Bolsonaro salah mengira nama depan Biden dalam versi bahasa Inggris cuitannya.
Beijing juga sama. Meski hubungan China dengan Amerika mengalami masa-masa yang sulit selama Trump berkuasa, namun Beijing juga menahan diri untuk mengucapkan selamat kepada Biden. Sebab bagi Beijing, Biden kadang tak jauh beda dengan Trump untuk menyerang China.
Dia menyebut Xi sebagai “preman” dan bersumpah untuk memimpin kampanye internasional untuk “menekan, mengisolasi dan menghukum China”.
Kampanyenya juga memberi label tindakan China terhadap Muslim di Xinjiang sebagai “genosida”.
“Amerika Serikat memang perlu bersikap keras kepada China,” kata Biden dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada Maret ketika pandemi virus Corona, yang pertama kali tercatat muncul di kota Wuhan di China.
“Cara paling efektif untuk menghadapi tantangan itu adalah dengan membangun front persatuan dari sekutu dan mitra AS untuk menghadapi perilaku kasar China dan pelanggaran hak asasi manusia.”
Sumber: Reuters