Saat Pandemi Covid-19, Penjualan Daging Paus di Negara Ini Naik

Perburuan ikan paus/net

Gempita.co – Para pemburu ikan paus di Norwegia sedang meraup keuntungan di tengah Pandemi Covid-19. Salah satunya, Frode Revke, pemilik usaha “Ost & Sant”, sebuah toko yang menjual olahan daging dan keju tradisional di pusat kota Oslo.

“Daging paus adalah bagian dari kenangan masa kecil saya,” kata Frode Revke, dilansir dari BBC News, Senin (21/9/2020).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Setiap tahun, kata dia, tokonya selalu disesaki turis mancanegara, tapi situasinya berbeda pada tahun 2020.

“Tahun ini yang datang ke toko saya rata-rata orang Norwegia. Mereka yang tidak bisa berwisata atau makan di restoran biasanya masak di rumah. Kondisi itu mengubah apa yang kami jual, dan barang yang paling laku di tokonya adalah daging paus,” tuturnya.

Untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, industri penangkapan dan penjualan ikan paus mendapatkan permintaan tinggi dari konsumen.

Pada musim panas tahun ini, warga Norwegia yang biasanya berwisata ke Italia dan Spanyol memilih menghabiskan liburan ke kawasan utara negara mereka seperti Kepulauan Lofoten.

Pada tahun 1986 International Whaling Commission (IWC) melarang pemburuan Paus. Namun, hanya Norwegia, Islandia, dan Jepang yang diizinkan menangkap paus dalam skala besar.

Komunitas adat di Alaska, Kanada, Greenland, dan Rusia juga dikecualikan dalam larangan itu, tapi mereka hanya diperbolehkan memburu dalam jumlah kecil.

Hal yang sama berlaku untuk dua negara di kawasan Karibia, yaitu St Vincent dan Grenada. Norwegia menganggap larangan IWC tadi tidak sesuai dengan tradisi dan budaya mereka.

Pemerintah Norwegia saat itu berkata, penangkapan Paus di negara mereka dilakukan dalam industri yang berkelanjutan.

Menurut Alessandro Astroza, penasehat senior Kementerian Perdagangan Norwegia, ikan Paus adalah persoalan sensitif di negaranya. Ia mermpertanyakan mengapa daging ikan paus dianggap lebih baik ketimbang sumber protein hewani lainnya.

Dia mengatakan, Paus minke, jenis ikan paus yang diburu di Norwegia, berkembang biak di alam bebas dan tidak dalam status terancam punah. Industri penangkapan paus pun tidak menghasilkan gas metana seperti peternakan sapi.

Disajikan Mentah

Secara tradisional, daging paus disajikan mentah atau diolah melalui teknik pengasapan. Orang Norwegia menggunakan terminologi yang sama untuk menyebutnya “tran”. Tidak ada terjemahan langsung dalam bahasa Inggris untuk istilah itu. Namun cita rasanya bisa digambarkan seperti “rasa minyak ikan cod”.

Tekstur daging ikan paus dapat disejajarkan dengan daging sapi, tapi jauh lebih asin. Selama bertahun-tahun permintaan ikan paus di pasar Norwegia terus menurun.

Tahun 2019, jumlah tangkapan ikan paus di negara itu tercatat sebagai yang paling rendah dalam 20 tahun terakhir. Tahun lalu secara keseluruhan terdapat 429 ikan paus minke yang diburu.

Sebagai perbandingan, saat ini lebih dari 100.000 paus minke hidup di perairan Norwegia dan Laut Barents. Sementara tahun ini, jumlah tangkapan meningkat hingga 500 paus minke, hingga artikel ini disusun.

Covid-19

Menurut para pemburu tradisional, angka permintaan melebihi penawaran untuk pertama kalinya dalam lima tahun terakhir. Namun mengapa permintaan daging paus bisa melonjak?

Faktor pendorong terbesarnya, menurut Oyvind Haram dari Federasi Boga Bahari Norwegia, lebih dari pandemi Covid-19. Oyvind berkata, upaya membuat daging paus lebih menarik untuk pecinta kuliner telah terbayarkan.

“Untuk menarik perhatian, Anda harus memulai sejak dini, seperti mengiklankannya di media sosial pada bulan Januari, jauh sebelum musim pemburuan dimulai,” tuturnya.

Oyvind mengatakan, paus merupakan makanan lokal yang tak memerlukan ongkos ekspedisi besar. Sumber protein ini disebutnya juga berdampak positif bagi kesehatan, berkelanjutan, dan tersedia dalam jumlah pasti sesuai musim.

Oyvind menjual strategi ramah lingkungan ini kepada konsumen berusia muda. Dia juga aktif memberikan resep olahan paus segar. Belakangan ini Oyvind mulai bekerja sama dengan sejumlah koki terkemuka asal Norwegia.

Jonathan Romano adalah salah satu rekan kerja sama Oyvind. Ia bekerja sebagai pembuat sushi sebelum memenangkan lomba masak ala Master Chef Norwegia. Tumbuh dewasa di keluarga berlatar belakang Filipina, Romano tidak makan daging ikan paus saat kecil.

Awalnya, dia juga melihat konsumsi daging paus sebagai tradisi peninggalan kuno. Setelah bertemu Oyvind di pameran makanan paus, pandangannya berubah.

“Masalahnya adalah Anda terbiasa menyantap daging dalam sajian sup dengan kuah kental dan lembut,” kata Romano.

“Dagingnya menjadi sangat keras dengan rasa logam yang kuat. Sebaliknya, kamu harus memakannya setelah digoreng sempurna atau dibakar hingga setengah matang,” ujarnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali