Saksi Ahli Terdakwa Zainal Tayeb Tak Menyinggung Masalah Perjanjian Jual Beli

Denpasar, Gempita co — Sidang dengan terdakwa Zainal Tayeb, Kamis (21/10 2021), tetap dilaksanakan secara daring atau virtual. Pengusaha asal Mamasa Sulawesi Selatan (65) yang juga merupakan mantan promotor tinju profesional yang pernah menangani petinju professional Chris Jhon, kini menjadi terdakwa dalam perkara tanah.

Dalam sidang mendengarkan saksi ahli dari terdakwa, barisan Penasehat Hukum terdakwa menghadirkan dua saksi ahli sekaligus, dimana kedua saksi ahli yang dihadirkan merupakan ahli hukum perdata dan ahli hukum pidana, yaitu Dr Made Gde Subha Karma (saksi Ahli Perdata) serta Dr Gde Made Swardhana ( saksi Ahli Pidana).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Zainal Tayeb (ZT) didakwakan dengan pasal 266 serta pasal 378, di mana ZT di dakwakan dengan tuduhan telah dengan sengaja menyuruh atau memerintahkan untuk memasukkan keterangan palsu kedalam akta autentik. Sehingga jaksa dengan yakin menjeratnya dengan pasal 266.

Dalam sidang yang menghadirkan saksi ahli dari terdakwa, kedua saksi memiliki pandangan yang sama, di mana kasus yang menjerat ZT, seharusnya dilakukan penyelesaian secara musyawarah dahulu sebagai mana tertuang dalam klausul undang-undang mengenai kenotarisan.

“Dan apabila dalam pelaksanaan musyawarah tidak dapat menghasilkan kesepakatan maka hal tersebut diupayakan mencari keadilan yaitu peradilan,” ungkap kedua saksi yang juga merupakan dosen dari Universitas Udayana.

Kesaksian yang dipaparkan kedua saksi ahli merupakan pandangan hukum menyangkut permasalahan yang ditanyakan oleh Penasehat Hukum serta Jaksa Penuntut Umum, dan apa yang dipaparkan oleh saksi merupakan pandangan hukum yang akan menjadi pertimbangan hakim didalam pengambilan keputusan, dalam kesaksian para ahli merupakan kesaksian diatas sumpah.

Apa yang dilakukan korban merupakan hal yang diutarakan kedua saksi ahli yang dihadirkan terdakwa. Dimana dalam melakukan proses pencarian keadilan dalam hukum sudah melalui mekanisme yang panjang dimana korban (Hedar) sudah menempuh jalan musyawarah, hingga melakukan somasi kepada pihak terdakwa ( ZT).

“Namun hal tersebut mengalami kebuntuan , sehingga korban yang sudah dirugikan Rp 21 miliar ini melakukan upaya peradilan dengan menempuh jalan hukum yang berlaku, sehingga berada di pengadilan, telah melewati jalan panjang dengan proses sesuai hukum yang berlaku,” ungkap Bernadin.

Dalam pemaparan para saksi ahli seputaran perjanjian kerja sama yang di lakukan secara bersama-sama atau dengan kedua belah pihak, menurut saksi ahli Made Gde Subha Karma itu adalah ikatan perdata, namun itu bisa juga menjadi pidana, apabila ada runtutan sebelumnya.

“Hal itu harus dilihat dahulu,” ungkap Dosen Fakultas Hukum Udayana.

Dalam persidangan yang menghadirkan Saksi Ahli dari terdakwa tidak ada pertanyaan ataupun menyinggung masalah perjanjian jual beli, antara terdakwa dengan korban, sehingga tidak ada pembahasan masalah hal tersebut masuk dalam ranah perdata ataukah pidana ?

Bagaimana dengan perjanjian yang di transaksikan yang tidak sesuai dengan apa yang dituangkan dalam akta perjanjian sehingga menimbulkan kerugian pada salah satu pihak?

Padahal ini adalah poin utama sehingga ada proses hukum seperti sedang berjalan ini. Ini menjadi teka- teki yang nanti akan dijawab hakim pada akhirnya.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali