Soal UU ITE, Mahfud MD: Pemerintah akan Buat Aturan Implementasi, Agar Tak Multitafsir

Menko Polhukam akan mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor untuk menangkap mereka yang merugikan negara/foto: net

Jakarta, Gempita.co – Pemerintah mengatakan tak akan mencabut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pemerintah mengatakan bakal membuat aturan implementasi agar pasal-pasal yang dianggap pasal karet tak lagi multitafsir.

“Undang-Undang ITE masih sangat diperlukan untuk mengantisipasi dan menghukumi, bukan menghukum ya, dan menghukumi dunia digital. Masih sangat dibutuhkan,” kata Menko Polhukam Mahfud Md di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, belum lama ini

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Mahfud mengatakan ada revisi semantik dalam UU ITE, seperti memasukkan penjelasan pada unsur-unsur yang ada di pasal karet. Mahfud mengatakan perubahanUU ITE hanya perbaikan kecil.

“Untuk mengatasi kecenderungan salah tafsir dan ketidaksamaan penerapan maka dibuatlah pedoman teknis dan kriteria implementasi yang nanti akan diwujudkan dalam bentuk SKB 3 kementerian dan lembaga, yaitu Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri,” kata Mahfud Md.

“Ada revisi semantik, perubahan kelima, atau revisi terbatas yang sangat kecil berupa penambahan frasa atau perubahan frasa berupa penjelasan, di penjelasan,” sambungnya.

Pasal mana saja yang kerap dianggap berbagai pihak sebagai pasal karet?

1. Pasal 26 ayat 3 tentang Penghapusan Informasi Tidak Relevan. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.

2. Pasal 27 ayat 1 tentang Asusila. Rentan digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.

3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi. Rentan digunakan untuk represi ekspresi legal warga, aktivis, jurnalis/media, dan represi warga yang mengkritik pemerintahan, polisi, dan presiden.

4. Pasal 28 ayat 2 tentang Ujaran Kebencian. Rentan jadi alat represi minoritas agama, serta warga yang mengkritik presiden, polisi, atau pemerintah.

5. Pasal 29 tentang Ancaman Kekerasan. Rentan dipakai untuk mempidana orang yang mau melapor ke polisi.

6. Pasal 36 tentang Kerugian. Rentan dicuplik untuk memperberat hukuman pidana defamasi.

7. Pasal 40 Ayat 2 (a) tentang Muatan yang Dilarang. Rentan dijadikan alasan untuk mematikan jaringan atau menjadi dasar internet shutdown dengan dalih memutus informasi hoax.

8. Pasal 40 ayat 2 (b) tentang Pemutusan Akses. Pasal ini bermasalah karena penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.

9. Pasal 45 ayat 3 tentang Ancaman Penjara tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dibolehkan penahanan saat penyidikan.

Sumber: berbagai sumber

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali