Soal Vonis Juliari, Prof Romli Sebut Putusan Hakim Tidak Keliru

Mantan Mensos Juliari Batubara bersama Penasihat Hukum Maqdir Ismail saat mengikuti sidang pembacaan vonis dari Gedung Pusat Edukasi Anti Korupsi KPK, Jakarta, Senin (23/8/2021)/dok.Antara

Jakarta, Gempita.co – Pertimbangan Majelis Hakim terhadap vonis Juliari Peter Batubara yang merujuk soal kritik dan cacian publik sebagai hal meringankan bukan hal keliru.

Dalam mengambil putusan, Majelis Hakim merujuk pada beberapa pertimbangan, salah satunya asas hak asasi manusia (HAM).

Bacaan Lainnya
Gempita Bali Transport

Demikian pandangan pakar hukum pidana Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Romli Atmasasmita dalam merespons vonis Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat yang memvonis terdakwa suap bansos Covid-19, Juliari dengan 12 tahun penjara.

“Hal-hal yang meringankan merujuk kritik dan cacian masyarakat terhadap terdakwa merupakan keyakinan hakim dan sejalan dengan asas-asas HAM, antara lain praduga tak bersalah yang sering dilanggar pegiat antikorpsi,” kata Prof Romli dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/8/2021).

Menurut Prof Romli, hal itu teruang dalam Pasal 183 KUHAP dan Pasal 5 jo Pasal 50 UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan Hakim dalam memutus, mempertimbangkan nilai keadilan masyarakat dan perlindungan HAM tersangka.

“Sekalipun dalam kasus Juliari masuk ranah tipikor, hak asasi tersangka atau terdakwa wajib dilindungi,” ujarnya.

“HAM terdakwa wajib dilindungi antara lain praduga tak bersalah, ne bis in idem, non self incrimination. Hakim memasukkan hal meringankan seperti itu untuk mengingatkan kita, khususnya pegiat antikorupsi tidak bersikap zolim terhadap seseorang tersangka atau terdakwa,” sambungnya.

Ia menyebut mantan Menteri Sosial ini dianggap sudah cukup menderita karena dicerca dan dihina oleh masyarakat. Hal itu menjadi salah satu pertimbangan hal-hal meringankan atas vonis Juliari, sehingga divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan.

“Terdakwa sudah cukup menderita dicerca, dimaki, dihina oleh masyarakat. Terdakwa telah divonis oleh masyarakat telah bersalah, padahal secara hukum terdakwa belum tentu bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,” jelas Hakim Anggota di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (23/8/2021) lalu.

Pos terkait

Iklan Layanan Masyarakat Kemenkumham Bali