Gempita.co – Menjelang bulan Ramadhan, kelangkaan solar yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia dikhawatirkan berdampak pada kenaikan harga barang dan bahan pokok.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengatakan sejauh ini keterlambatan pengiriman barang telah terjadi di wilayah Sumatra dan dikhawatirkan bisa merembet ke wilayah lainnya, termasuk Pulau Jawa.
Keterlambatan itu terjadi karena kendaraan pengangkut logistik harus mengantre berjam-jam bahkan hingga berhari-hari untuk mendapatkan solar bersubsidi. Sementara itu, kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan biasanya meningkat.
“Jangan sampai terjadi kelangkaan, distribusi lambat, kelangkaan bahan pokok, sehingga terjadi disparitas harga barang lagi nanti,” kata Mahendra, Selasa (29/3), dikutip BBC Indonesia.
“Ini krusial, waktu tinggal tiga hari lagi menjelang Ramadan. Kalau enggak ada barang (masyarakat) teriak-teriak lagi, bahaya,” lanjut dia.
Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan kelangkaan terjadi karena kuota solar bersubsidi pada 2022 sebesar 15,1 juta kiloliter, lebih kecil dibanding tahun lalu, sedangkan kebutuhan meningkat akibat perekonomian yang kembali mulai pulih dan ada dugaan penyelewengan di lapangan.
Padahal, Pertamina telah mendistribusikan solar bersubsidi hingga melebihi 10% dari kuota bulanan yang ditetapkan pemerintah.
Untuk mengatasi kelangkaan itu, Pertamina akan tetap mendistribusikan ke daerah-daerah yang membutuhkan, meski penyalurannya sudah melebihi kuota yang semestinya ditetapkan oleh pemerintah.
“Secara aturan kami tidak boleh overkuota, tapi mempertimbangkan peningkatan mobilitas dan logistik bagi masyarakat apalagi menjelang Ramadan dan Idul Fitri maka kita menaikkan (suplai),” kata Nicke dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Selasa (29/03).
Tidak ada data yang menunjukkan berapa jumlah angkutan yang menggunakan solar di Indonesia, tetapi asosiasi logistik menyatakan mayoritas kendaraan logistik dan bus memanfaatkan solar bersubsidi.
Data BPH Migas menunjukkan realisasi konsumsi solar di Indonesia kembali meningkat, setelah sempat menurun pada 2020 lalu begitu terhentinya aktivitas ekonomi akibat pandemi.
Sementara itu, pengamat dari Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan berapa pun kuota solar subsidi ditambah tidak akan cukup apabila penindakan terhadap penyelewengan solar bersubsidi di lapangan masih lemah.