Bekasi, Gempita.co – Ketua Pokja Mahkamah Agung (MA) Seksi Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jimmy Endey menyoroti proses perkara perdata yang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Cikarang. Jimmy Endey mengingatkan Majelis Hakim yang menangani perkara tersebut terkait amanat Ketua MA, H.M Syarifuddin saat Refleksi Kinerja MA Tahun 2023.
“Mengutip pernyataan Ketua MA, Prof Syarifuddin dalam Refleksi Akhir Tahun 2023, bahwa para hakim di seluruh Indonesia harus menjalankan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan serta aturan yang berlaku guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan,” ujar Jimmy dalam keterangan pers, Rabu (10/1/2023).
Jimmy menilai putusan sela yang tidak dibacakan secara terbuka diduga telah menyalahi aturan. Ia pun mempertanyakan putusan sela ‘tertutup” dalam perkara Nomor: 183/Pdt.G/2023/PN Ckr antara penggugat Reky Rompis dengan tergugat PT Damai Putra Grup.
“Padahal sesuai UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, syarat sahnya putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka. Ada apa dan kenapa dengan Majelis Hakim yang tidak membacakan putusan sela secara terbuka dalam persidangan?,” kata Jimmy Endey dalam keterangan pers, Rabu (10/1/2024).
Jimmy berharap pembacaan putusan sela yang disampaikan tidak terbuka oleh Majelis Hakim dapat segera diklarifikasi PN Cikarang.
“Putusan sela perkara Nomor: 183/Pdt.G/2023/PN Ckr antara penggugat Reky Rompis dengan tergugat PT Damai Putra Grup sedianya akan dibacakan pada bulan November 2023, namun terus mengalami penundaan hingga akhirnya ditentukan pembacaan akan dilaksanakan pada Senin, 8 Januari 2024. Namun setelah menunggu selama beberapa jam, majelis hakim yang diketuai Yudha Dinata, SH, serta para anggotanya Ulina Ginting SH, M.Kn dan Tommy Febriansyah Putra, SH, MH pada pukul 16.30 WIB menyampaikan bahwa putusan disampaikan atau dikirim melalui surat elektronik,” ungkapnya.
Hal tersebut, lanjutnya, tentunya membuat kecewa penggugat Reky Rompis serta Kuasa Hukumnya Polma Lumbantoruan, SH, MH. Padahal, menurut Jimmy, kedua belah pihak baik kuasa hukum penggugat dan tergugat turut hadir dalam persidangan.
Kronologi Perkara
Jimmy menerangkan, sidang perdata ini merupakan gugatan perdata perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang diduga dilakukan PT Kirana Damai Putra, bagian dari PT Damai Putra Group. Perusahaan pengembang perumahan ini digugat konsumen di PN Cikarang pada Senin (25/9/2023) lalu.
Berawal dari rencana pembelian satu unit rumah di Cluster Asera Nishi Kota Harapan Indah. Reky Y Rompis, warga Kelurahan Ujung Menteng, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur menggugat PT Kirana Damai Putra Grup lantaran uang muka yang diberikan senilai Rp 133,9 juta tidak dapat dikembalikan dengan dalih telah mengundurkan diri.
Kuasa Hukum Penggugat Polma Tua P. Lumbantoruan, S.H, menyampaikan bahwa gugatan perdata saat ini sedang memasuki proses persidangan di PN Cikarang Kabupaten Bekasi, setelah sebelumnya melewati sidang mediasi.
“Sebelumnya kami telah mengajukan sidang mediasi. Namun tidak ada titik temu sehingga dilanjutkan dengan persidangan yang mulai berlangsung sejak Senin, 25 September 2023,” papar Polma Lumbantoruan.
Majelis Hakim yang terdiri dari Yudha Dinata selaku Ketua beserta anggotanya Maria Krista Ulina Ginting dan Tommy Febriansyah Putra membuka persidangan yang dihadiri para kuasa hukum kedua belah pihak.
Jimmy Endey lebih jauh menguraikan terkait aturan pembacaan putusan sebagai syarat sahnya putusan pengadilan yang tertuang dalam UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Undang-undang ini menyatakan bahwa semua sidang pemeriksaan pengadilan harus terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain,” kata Jimmy.
Ia menyebut secara rinci pada Pasal 13 Ayat 2 berbunyi, “Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
Ia berpandangan, dengan tidak dipenuhinya ketentuan ini akan mengakibatkan putusan batal demi hukum. Selain memuat alasan dan dasar putusan, putusan pengadilan juga harus memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
“Tiap putusan pengadilan harus ditandatangani oleh ketua serta hakim yang memutus dan panitera yang ikut serta bersidang,” tegasnya.
Jimmy juga memaparkan prinsip pemeriksaan dan putusan yang diucapkan secara terbuka, telah diatur dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970, sebagaimana diubah dengan UU No. 35 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum”.
“Pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) jo Pasal 20 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengakibatkan tidak sah, atau tidak mempunyai kekuatan hukum. Kemudian dalam Pasal 196 ayat (1) HIR/Pasal 185 ayat (1) RBG dinyatakan bahwa keputusan yang bukan merupakan putusan akhir walaupun harus diucapkan dalam persidangan juga, tidak dibuat secara terpisah melainkan hanya dituliskan dalam berita acara persidangan saja,” terang Jimmy.
Terkait hal ini Majelis Hakim pimpinan Yudha Dinata maupun pihak PN Cikarang belum dapat dikonfirmasi. Begitu juga dengan kuasa hukum tergugat, masih terus dikonfirmasi agar informasi yang dipublikasikan berimbang.(tim)