Gempita.co – Silatuhrami Ketum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto ke
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dinilai tidak bisa dilepaskan dengan persiapan pemilihan presiden atau Pilpres 2024.
“Ya pasti dikaitkan dengan pilpres, kalau cuma silaturahmi biasa kan bisa lewat telepon, video call, beres kan? Pasti ada kaitannya dengan 2024,” ujar Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno dalam keterangannya yang diterima, Sabtu 7 Mei 2022 dikutip Times Indonesia.
Menurutnya, meski pertemuan yang dirangkai dalam kunjungan silaturahmi itu tidak diakui sebagai persiapan Pilpres 2024, namun hal itu tidak menampik adanya faktor kedekatan antara Megawati dan Prabowo.
“Memang gak ada (obrolan) pilpres, tapi silaturahmi ini kan semakin menegaskan bahwa Prabowo cukup lengket dengan Megawati,” ujarnya.
Adi menambahkan silaturahmi politik itu juga bisa dinilai sebagai pencanangan duet Prabowo Subianto – Puan Maharani yang beberapa saat lalu mendapati hasil positif berdasarkan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
“Artinya duet Prabowo-Puan itu relatif leading, setidaknya dua orang ini sudah sama-sama mulai dikenal oleh publik terkait 2024. Jadi silaturahmi politik itu kemarin seakan-akan menambah amunisi supaya publik itu terus bicara tentang kemungkinan Prabowo-Puan bisa duet bareng,” tegasnya.
Survei SMRC menunjukkan bahwa jika yang bertarung hanya dua pasangan, Prabowo Subianto – Puan Maharani melawan Anies Baswedan – Agus Harimurti Yudhoyono, hasilnya Prabowo – Puan mendapatkan 41 persen, Anies-AHY 37,9 persen, dan 21 persen yang belum menentukan pilihan.
Sedangkan dalam simulasi Prabowo – Puan melawan Ganjar – Airlangga, Prabowo – Puan didukung 39,3 persen, Ganjar – Airlangga 40,3 persen, dan 20,5 persen yang belum menentukan pilihan.
Pengamat politik Yunarto Widjaja mengatakan menyatukan Prabowo – Puan sulit dilakukan, meskipun kemungkinan itu bisa saja terjadi. Menurut dia ‘perkawinan’ dua partai pemenang pemilu dan ‘runner up’ akan sulit menentukan siapa Capres dan Cawapresnya.
“PDIP surveynya jauh di atas Gerindra dan sulit buat saya membayangkan partai pemenang pertama itu mau hanya menjadi cawapres. Saya juga tidak bisa membayangkan, Pak Prabowo karena menyadari partainya hanya peringkat ke-2 mau mengalah sebagai cawapres, karena Prabowo kapasitasnya sebagai capres,” ujar Yunarto, Kamis (5/5)
“Kita menggunakan pendekatan kepentingan politik, kedua partai ini untuk bergabung dikarenakan positioning PDIP di atas Gerindra, disisi lain elektabilitas Mbak Puan dibawah Prabowo,” sebut pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia ini.