Jakarta, Gempita.co – Pasca digelarnya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Pertamina (Perero) tanggal 12 Juni 2020, berdasarkan Salinan Keputusan Menteri BUMN No.SK-198/MBU/06/2020 tentang “Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina”, ditetapkan struktur organisasi direksi yang semula 11 (sebelas) orang menjadi 6 (enam) orang.
Direktorat Operasional yang sebelumnya ada di Pertamina akan masuk ke dalam beberapa Subholding yang telah dibentuk, yaitu Subholding Upstream, Subholding Refinery & Petrochemical, Subholding Commercial & Trading, Subholding Power & New and Reneawable Energy, Subholding Gas, serta Shipping Company yang tertuang di dalam SK No.Kpts-18/C00000/2020-S0 Tanggal 12 Juni 2020 tentang “Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero)”
Menanggapi hal itu, Serikat Pekerja Pertamina Refinery Unit III Plaju (SPP RU III–FSPPB) menyayangkan adanya perubahan struktur organisasi dasar PT Pertamina (Persero) yang sangat signifikan tanpa adanya komunikasi antara wakil pekerja (FSPPB) dengan perusahaan sesuai kesepakatan bersama yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019–2021 Pasal 7 Ayat 7 dan Ayat 8.
Pembentukan Holding dan Subholding dinilai dilakukan secara tergesa-gesa di tengah triple shock yang sedang melanda PT Pertamina (Persero), yaitu melemahnya harga minyak dunia, tingginya nilai tukar dolar, dan pandemik global Covid-19. Hal tersebut menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan produk Pertamina.
Struktur organisasi Holding dan Subholding yang telah ditetapkan sebagian diduduki oleh Eksternal Pertamina yang belum memiliki pengalaman dalam bidang Oil & Gas. Selain itu, belum adanya kejelasan terkait portofolio Unit Operasi Subholding termasuk status pekerja PT Pertamina (Persero) yang saat ini berada di Subholding.
Menurut FSBB, rencana privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO (Initial Public Offering) akan mengancam kedaulatan energi nasional. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, seluruh aset PT Pertamina (Persero) harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia.
Berbagai upaya dan cara membenahi Pertamina agar lebih maju sebenarnya sah-sah saja. Namun, tegas FSBB, penguasaan negara dan hak konstitusi rakyat terhadap BUMN (sesuai Pasal 33) tidak boleh dinegasikan. Sebab secara historis, Pertamina adalah bagian dari perjuangan rakyat Indonesia. Karena itu, lepas dari pembentukan holding dan subholding, pemerintah seharusnya tidak memperlakukan Pertamina selayaknya perusahaan swasta. Kontrol dan peran negara amat dibutuhkan untuk memproteksi Pertamina dari “mafia migas yang makin masif” dalam mekanisme pasar (kapitalisme).
Karenanya, melalui keterangan resminya, SPP RU III-FSBB menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Menolak keras pembentukan Holding dan Subholding PT Pertamina (Persero);
2. Menolak keras upaya privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO;
3. Perusahaan berkewajiban untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh isi dan ketentuan yang telah dituangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019 – 2021 yang sampai dengan saat ini masih berlaku;
4. Perusahaan mengoptimalkan kader internal Pertamina untuk menduduki jabatan strategis perusahaan; dan
5. Perusahaan agar fokus dalam perbaikan neraca keuangan dan manajerial untuk meningkatkan investasi.