Jakarta, Gempita.co-Tepat 13 tahun silam, 7 Maret 2007, pesawat Garuda Indonesia rute penerbangan Jakarta Yogyakarta terbakar di Bandara Adisutjipto. Pesawat Boeing 737/400 dengan nomor penerbangan GA-200 mengalami guncangan hebat sebanyak dua kali saat mendarat.
Guncangan ini disusul dengan percikan api dari roda depan, pesawat pun turun dan naik tanggul sedalam 3 meter. Kondisi ini membuat pesawat Garuda ini hancur setelah terbakar dan meledak.
Melansir Harian Kompas, (12/4/2007) lalu, penyebab kecelakaan karena kecepatan pesawat Garuda ini diketahui terlalu tinggi. Dari hasil pembacaan rekaman data penerbangan, kecepatan pesawat berada di atas 130 knot dengan posisi flap hanya 5 derajat. Keterangan tersebut merupakan salah satu fakta yang diungkapkan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam laporan hasil investigasi awal kasus kecelakaan ini.
Menurut KNKT, kemiringan pesawat saat mendarat juga terlalu curam. Akibatnya, pesawat gagal berhenti pada landasan pacu 09, meluncur melewati batas ujung landasan sehingga pesaat menabrak pagar besi bandara, Dua mesin dan dua roda pendarat utama terlepas dari pesawat dan pesawat tetap dalam keadaan meluncur dengan kecepatan cukup tinggi. Pesawat berhenti di persawahan dan timbul api yang cepat dengan besar.
Fakta lainnya, FDR yang ada dalam GA-200 diperuntukkan bagi pesawat non-EFIS (Electronic Flight Information System), sementara pesawat itu menggunakan FDR EFIS. Namun, saat itu, investigasi mendalam disebut perlu dilakukan lagi. Dari hasil investigasi ini, KNKT menyampaikan rekomendasi untuk meningkatkan keselamatan penerbangan.
Kejadian ini menewaskan setidaknya 21 orang penumpang di dalamnya, termasuk seorang tokoh, mantan rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Koesnadi Hardjasoemantri.
“Pesawat ini seperti meluncur saja dan tak dapat dihentikan. Lalu, semua bergetar hebat. Ketika berhenti, saya seperti terbangun kembali,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, penumpang yang selamat.
Atas kejadian ini, pilot M Marwoto sempat dijatuhi hukuman sebelum akhirnya dapat bebas dari segala tuduhan setelah mengajukan banding. Captain Marwoto Komar merupakan lulusan PLP Curug 1985 yang langsung direkrut oleh Garuda. Ia sudah mengantongi jam terbang sekitar 12.000 jam sebelum mengalami nasib tragis di Bandara Adisucipto.