Jakarta, Gempita.co – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerima kapal perikanan pelaku illegal fishing STS-50 dari Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia. Kapal yang sempat menjadi buruan Interpol selama bertahun-tahun tersebut ditangkap di Indonesia pada April 2018 oleh aparat TNI AL dan telah menjalani proses hukum berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia.
KKP merencanakan kapal tersebut akan dioperasikan untuk menunjang pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).
“Atas nama Menteri Kelautan dan Perikanan, Saya mengucapkan terima kasih atas sinergitas yang sudah terbangun baik antara KKP, TNI AL, Polairud, Kejaksaan Agung RI dan Pengadilan, termasuk dukungan penuh Kejaksaan Agung RI melalui proses serah terima ini. Semoga dengan penyerahan kapal ini akan semakin memperkuat pengawasan di laut,” ucap Inspektur Jenderal KKP, Muhammad Yusuf pada acara penandatanganan Berita Acara Serah Terima FV STS-50 dari Kejagung kepada KKP di Bogor, Senin (12/10).
Yusuf juga menyampaikan bahwa serah terima ini sejalan dengan semangat dan kebijakan baru KKP di era Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, yang lebih mendorong pemanfaatan barang bukti illegal fishing agar dioptimalkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan. KKP berpandangan bahwa dengan pemanfaatan kapal hasil rampasan untuk kepentingan pendidikan maupun untuk nelayan lebih membawa manfaat dibandingkan harus dimusnahkan.
“Ini sejalan dengan arah kebijakan Bapak Menteri. Setiap kapal yang dirampas negara akan didorong untuk dimanfaatkan,” ujar Yusuf.
Yusuf juga menyampaikan pentingnya koordinasi sejak dini antara KKP dengan Kejagung dalam rangka optimalisasi pemanfaatan barang bukti illegal fishing ke depan. Hal tersebut perlu dilakukan untuk memastikan agar pemanfaatan barang bukti illegal fishing bisa tepat sasaran dan semua proses bisa berjalan transparan.
“Komunikasi dan koordinasi harus sudah dilakukan sejak dini, mulai dari proses penyidikan dan penuntutan”, ujar Yusuf.
Optimalisasi Pemanfaatan Barang Rampasan
Sementara itu, Kepala Pusat Pemulihan Aset, Agnes Triani menyampaikan bahwa Kejagung berkomitmen untuk mendukung kementerian termasuk KKP dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan barang rampasan negara termasuk kapal perikanan hasil illegal fishing.
Agnes menambahkan bahwa pengalihan kapal perikanan STS-50 ini merupakan sinergi yang baik antara KKP dan Kejaksaan, sekaligus wujud komitmen Kejagung dalam rangka percepatan penyelesaian barang rampasan negara.
“Ini merupakan sinergi yang baik dalam rangka penanganan barang rampasan negara,” ujar Agnes.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Ditjen PSDKP Suharta menyampaikan bahwa kapal perikanan STS-50 ini diproyeksikan untuk memperkuat armada Kapal Pengawas Perikanan KKP.
Saat ini, Ditjen PSDKP KKP telah memiliki 28 armada Kapal Pengawas Perikanan dengan berbagi tipe, namun demikian kondisinya memang bervariasi.
Suharta berharap kehadiran STS-50 ini tentu merupakan tambahan ‘amunisi’ bagi KKP untuk meningkatkan coverage pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di WPP-NRI khususnya untuk wilayah-wilayah perbatasan.
“Konstruksi kapal ini stabil dan tentu akan cocok untuk patroli pengawasan di perairan Samudera serta perbatasan,” ungkap Suharta.
Untuk diketahui, Kapal STS-50 yang dibangun di Jepang pada tahun 1985 dengan panjang mencapai 53,51 meter serta tonase 379 GT dan kecepatan 13,704 knot, ini pernah menjadi buruan Interpol dan masuk dalam IUU Fishing Vessel List pada organisasi perikanan regional Convention for the Conservation of Antarctic Marine Living Resource (CCAMLR).
Kapal ini yang sempat terdaftar dengan 8 negara bendera, di antaranya Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, Filipina, dan Namibia. Petualangan STS-50 berakhir di Indonesia ketika ditangkap dan dinyatakan bersalah sehingga dirampas untuk negara.