Jakarta, Gempita.co – Realisasi anggaran belanja daerah sampai Agustus 2021 jauh lebih rendah dari APBN 2020. Sampai bulan September 2021, masih ada 190 triliun lebih dana pemda yang mangkrak di perbankan.
“Jadi, tidak ada perubahan pola penganggarannya,” kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira saat menjadi narasumber dalam webinar bertajuk “Tata Kelola Ekonomi Daerah Pasca Pandemi COVID-19” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube KPPOD Jakarta, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurutnya pada saat sebelum ataupun ketika pandemi COVID-19 muncul pun tidak ada perbedaan pola penganggaran belanja daerah sehingga masalah daya serap anggaran itu adalah masalah lama yang belum terselesaikan.
Dengan demikian, Bhima berpendapat tata kelola ekonomi di Indonesia masih cukup mengecewakan karena baik pemerintah pusat maupun daerah kurang responsif dan waspada terhadap ancaman krisis di bidang perekonomian yang ada.
Dengan kata lain, lanjutnya, pemerintah pusat ataupun daerah belum memiliki sense of crisis yang besar. Dalam konteks pandemi COVID-19, sense of crisis itu merupakan kepekaan dalam menghadapi krisis kesehatan dan ekonomi yang ada.
Bhima menilai masih banyak pemerintah daerah yang menahan realisasi anggaran karena merasa khawatir dikriminalisasi ataupun takut melakukan kekeliruan dalam melalui aturan administrasi.
“Padahal, itu sudah dianulir oleh Kementerian Keuangan bahwa ada pendampingan dari BPK, Kejaksaan, dan Kemenkeu untuk memastikan dari awal pemerintah daerah itu tidak mengalami masalah teknis yang bisa mengarah pada temuan kesalahan audit dari BPK,” tuturnya dikutip dari Sinar Harapan.co.id.
Oleh karena itu dalam webinar yang diselenggarakan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) dan Populi Center tersebut, Bhima berharap pemerintah daerah dapat segera mengoptimalkan daya serap anggaran belanja daerah. Langka itu sejalan pula untuk memulihkan ekonomi nasional pascapandemi COVID-19.