Gempita.co – Presiden Joko Widodo (Jokowi) lebih memilih bergabung dengan Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD), batal bergabung dengan BRICS.
Menurut Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Susiwijono Moegiarso, Indonesia lebih memilih gabung ke OECD daripada BRICS karena berbagai pertimbangan. Salah satunya, di internal BRICS ada sejumlah pertentangan, seperti India terkadang bersitegang dengan China.
BRICS adalah akronim dari Brasil, Rusia, India, China, dan South Africa (Afrika Selatan).
“Presiden Jokowi meminta kita bergabung dengan OECD saja, dan mempersiapkan 3 tahun agar bisa masuk ke organisasi ini,” ujarnya dalam temu media di Jakarta, Kamis (14/9/2023).
Sebagai gambaran, OECD dibentuk pada tahun 1960 oleh 18 negara Eropa beserta Amerika Serikat dan Kanada dengan bertujuan untuk mempererat kerjasama ekonomi dan pembangunan. Saat ini OECD terdiri dari 38 negara.
Dikatakan, biasanya suatu negara butuh waktu 5-7 tahun untuk masuk ke OECD. Salah satunya Chili yang baru diterima setelah 7 tahun mendaftar menjadi anggota organisasi bergengsi dunia itu.
Pekan lalu, di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di India, Jokowi melakukan pertemuan bilateral dengan Prancis dan Belanda. Presiden Jokowi meminta dukungan agar Indonesia dapat bergabung menjadi anggota OECD.
Dalam pertemuan dengan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, Jokowi meminta dukungan agar proses Indonesia lancar menjadi anggota OECD. Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah Indonesia untuk menjadi negara maju.
“Kami telah melakukan berbagai reformasi ekonomi sejalan dengan persyaratan keanggotaan OECD. Untuk itu, mohon dukungan Prancis terhadap keanggotaan Indonesia termasuk berbagi pengalaman terkait cara kerja dan optimalisasi manfaat keanggotaan di OECD,” ujarnya.
Presiden Jokowi juga bertemu dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte. Selain membahas sejumlah kerja sama antarkedua negara, yakni dalam bidang pembangunan dan ekonomi, Jokowi juga meminta dukungan Belanda terhadap proses pendaftaran menjadi anggota OECD.
“Indonesia telah mengajukan aplikasi keanggotaan OECD dan telah lakukan berbagai reformasi ekonomi sejalan dengan persyaratan OECD,” jelas Jokowi.
Pada 10 Agustus 2023, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, bertemu dengan Sekretaris Jenderal OECD, Mathias Cormann, untuk membahas rencana Indonesia menjadi anggota lembaga tersebut.
Menurut Susiwijono, terdapat sejumlah keuntungan menjadi anggota OECD. Pertama, mendapatkan reputasi dan kredibilitas untuk menjadi negara maju. Kedua, prospek rating surat utang lebih baik sehingga beban penerbitan obligasi lebih rendah.
“Dengan menjadi anggota OECD kita akan mengikuti standar-standar internasional. Dampaknya akan mendorong kredibilitas hingga rating surat utang kita lebih baik. Skema pembiayaan menjadi lebih rendah,” jelasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengutarakan komitmen pemerintah Indonesia untuk menjadi anggota penuh OECD. Manfaat yang diperoleh sebagai anggota penuh antara lain adalah akses yang lebih luas terhadap sumber informasi dan pengetahuan yang dimiliki OECD.
Selain itu, kesempatan yang lebih luas untuk terlibat dalam kegiatan penelitian kebijakan lintas negara, dan akses serta peluang untuk mengikuti serta berkontribusi secara aktif dalam pembahasan standar kebijakan dalam lingkup OECD.
“Poin terakhir ini akan memberikan informasi lebih awal kepada pemerintah atas standar kebijakan ekonomi dan pembangunan, yang potensial untuk diadopsi oleh berbagai lembaga dan forum internasional.”
Saat ini OECD beranggotakan 38 negara dan tak ada satu pun negara dari BRICS yang menjadi anggota OECD.
Sumber: ATN